REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan 10 tersangka kasus dugaan suap pembangunan dan pemeliharaan jalur rel kereta di Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (DJKA Kemenhub). Perpanjangan itu berlaku hingga 10 Juni 2023.
Sebanyak 10 tersangka itu terdiri empat pemberi suap. Mereka adalah Direktur PT Istana Putra Agung, Dion Renato Sugiarto; Direktur PT Dwifarita Fajarkharisma, Muchamad Hikmat; mantan Direktur PT KA Manajemen Properti, Yoseph Ibrahim; dan VP PT KA Manajemen Properti, Parjono.
Kemudian, enam tersangka lainnya merupakan penerima suap. Perinciannya, yakni Direktur Prasarana Perkeretaapian, Harno Trimadi; Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) BTP Jabagteng, Bernard Hasibuan; Kepala BTP Jabagteng, Putu Sumarjaya; PPK BPKA Sulsel, Achmad Affandi; PPK Perawatan Prasarana Perkeretaapian, Fadliansyah; dan PPK BTP Jabagbar, Syntho Pirjani Hutabarat.
"Tim penyidik memperpanjang masa penahanan tersangka HNO (Harno Trimadi) dkk untuk masing-masing selama 40 hari kedepan, mulai 2 Mei 2022 sampai dengan 10 Juni 2023 di Rutan KPK," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri kepada wartawan di Jakarta, Jumat (28/4/2023).
Ali menjelaskan, pihaknya sampai saat ini masih terus mengumpulkan bukti-bukti yang diperlukan untuk mengusut tuntas kasus ini. Sehingga KPK memutuskan memperpanjang masa penahanan para tersangka. "Tindakan ini merupakan bagian dari kebutuhan proses penyidikan agar alat bukti dapat dikumpulkan dengan maksimal," jelas Ali.
Sebelumnya, KPK menetapkan 10 tersangka kasus dugaan suap pembangunan dan pemeliharaan jalur kereta api di DJKA Kemenhub tahun anggaran 2018-2022. Para tersangka ini terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK yang digelar di Jakarta dan Semarang pada Selasa (11/4/2023).
Dalam operasi senyap itu, KPK juga turut mengamankan sejumlah barang bukti. Diantaranya berupa uang sebesar sekitar Rp 2,027 miliar, 20 ribu dolar Amerika Serikat, kartu debit senilai Rp 346 juta, serta saldo pada rekening bank senilai Rp 150 juta. Sehingga totalnya mencapai sekitar Rp 2,823 miliar.
Praktik suap ini terjadi saat pelaksanaan empat proyek pembangunan dan pemeliharaan rel kereta dilakukan. Sejumlah proyek itu adalah pembangunan jalur kereta api ganda Solo Balapan; proyek pembangunan jalur kereta di Makassar, Sulawesi Selatan; empat proyek konstruksi jalur kereta api dan dua proyek supervisi di Lampegan, Cianjur, Jawa Barat; dan proyek perbaikan perlintasan sebidang Jawa-Sumatra.
Dalam pembangunan dan pemeliharaan proyek tersebut diduga telah terjadi pengaturan pemenang pelaksana proyek oleh pihak tertentu melalui rekayasa sejak mulai proses administrasi sampai penentuan pemenang tender. Rekayasa diperlancar dengan adanya pemberian uang kepada para tersangka penerima suap.
Besarannya mencapai lima hingga 10 persen dari nilai proyek. Uang yang diduga diterima sebagai suap dalam kegiatan proyek pengadaan dan pemeliharaan jalan kereta dimaksud sejauh ini mencapai lebih dari Rp 14,5 miliar. Jumlahnya diperkirakan masih bisa bertambah lantaran KPK terus mendalami kasus itu.
Penahanan terhadap 10 tersangka dilakukan secara terpisah. Dion bakal mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) Polres Jakarta Selatan; Hikmat ditahan di Rutan Pomdam Jaya Guntur; Syintho ditahan di Rutan KPK cabang Gedung Merah Putih.
Kemudian, Yoseph dan Fadliansyah ditahan di Rutan Polres Jakarta Barat. Sedangkan, Parjono dan Putu mendekam di Rutan Polres Jakarta Pusat; Harno ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1; serta Bernard Hasibuan dan Achmad Affandi ditahan di Rutan Polres Jakarta Timur.