REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan status cegah bepergian ke luar negeri terhadap pengacara Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe, yakni Stefanus Roy Rening dan tiga orang lainnya. Pencegahan ini dilakukan lantaran keterangan mereka dibutuhkan penyidik untuk mengusut kasus suap, gratifikasi, dan pencucian uang yang menjerat Lukas.
"Iya (dicegah), supaya tetap berada di dalam negeri dan kooperatif hadir memenuhi panggilan tim penyidik," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri kepada wartawan, Rabu (26/4/2023).
Ali belum membeberkan identitas tiga orang lainnya yang turut dicegah dalam kasus ini. Dia hanya menyebut, ketiganya terdiri dari dua pihak swasta dan seorang pegawai negeri sipil (PNS).
Namun, berdasarkan informasi yang dihimpun, tiga orang tersebut, yakni karyawan PT Tabi Bangun Papua, Fredrik Banne; Kadis PUPR Provinsi Papua, Gerius One Yoman; dan Komisaris PT Nirwana Sukses Membangun, H Sukman.
KPK pun berharap agar keempat orang yang dicegah ini dapat kooperatif memenuhi panggilan penyidik. Sehingga kasus ini dapat segera diusut tuntas. "Kami berharap para pihak tersebut dapat bersikap kooperatif mengikuti seluruh proses penyidikan yang sedang kami selesaikan dan terus kembangkan lebih lanjut," tegas Ali.
Di samping itu, secara terpisah, Subkoordinator Humas Ditjen Imigrasi Kemenkumham, Ahmad Nursaleh membenarkan bahwa KPK telah mengajukan pencegahan terhadap Roy Rening. Pencegahan ini berlaku sejak dua pekan lalu.
"Yang bersangkutan (Roy Rening) aktif dalam daftar cegah dengan masa pencegahan 12 April 2023 sampai dengan 12 Oktober 2023," ujar Ahmad saat dikonfirmasi.
Adapun KPK telah menyita berbagai aset milik Lukas. Diantaranya, yakni uang tunai, mobil, emas batangan, hingga sebuah hotel di Jayapura, Papua, yang berdiri di atas lahan seluas 1,5 hektare senilai Rp 40 miliar. Diketahui, KPK menetapkan Lukas sebagai tersangka dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Penetapan ini dilakukan setelah tim penyidik menemukan kecukupan alat bukti dari hasil pengembangan kasus suap dan gratifikasi yang menjerat dirinya. Lukas ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi pengerjaan sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Papua.
Dia diduga menerima uang dari Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka agar perusahaannya mendapatkan sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Papua. Padahal perusahaan milik Rijatono tidak memiliki pengalaman dalam bidang konstruksi lantaran sebelumnya bergerak pada bidang farmasi.
Selain Lukas, Rijatono juga diduga menemui sejumlah pejabat di Pemprov Papua terkait proyek tersebut. Mereka diduga melakukan kesepakatan berupa pemberian fee sebesar 14 persen dari nilai kontrak setelah dikurangi nilai PPh dan PPN.
Setelah terpilih untuk mengerjakan sejumlah proyek, Rijatono diduga menyerahkan uang kepada Lukas Enembe dengan jumlah sekitar Rp 1 miliar. Di samping itu, Lukas Enembe juga diduga telah menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya hingga jumlahnya miliaran rupiah. KPK pun sedang mendalami dugaan ini.