REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Jubir Kemenkes), Mohammad Syahril mengatakan, pihaknya mendapat banyak laporan menyoal perundungan di kalangan dokter dan sekolah kedokteran. Oleh Sebab itu, pasal antiperundungan yang diusulkan masuk dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan sebagai solusi di kalangan dokter saat mengambil program pendidikan spesialis (PPDS).
"Banyak dokter yang takut bersuara ke publik karena berisiko untuk karier mereka ke depan. Mereka lebih banyak diam dan menerima perlakuan perundungan tersebut. Untuk itu kami mengusulkan adanya perlindungan dalam RUU Kesehatan," kata Syahril dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (20/4/2023).
Dia menjelaskan, dalam RUU Kesehatan, pasal perlindungan dari bullying tercantum dalam pasal 208E poin d yang berbunyi: "Peserta didik yang memberikan pelayanan kesehatan mendapat perlindungan dari kekerasan fisik, mental, dan perundungan". Selain untuk peserta didik, kata Syahril, antiperundungan juga diterapkan untuk dokter dan tenaga kesehatan.
"Di Pasal 282 ayat 2 berbunyi: 'tenaga medis dan tenaga kesehatan dapat menghentikan pelayanan kesehatan apabila memperoleh perlakuan yang tidak sesuai dengan harkat dan martabat manusia, moral, kesusilaan, serta nilai-nilai sosial budaya, termasuk tindakan kekerasan, pelecehan, dan perundungan'," jelas Syahril.
Dia menjelaskan, pentingnya upaya mengeliminasi bullying agar sistem pendidikan para PPDS dapat berjalan sesuai etika, meritokrasi dan profesionalitas. Apalagi, saat negara sedang krisis kekurangan jumlah dokter spesialis.
"Kita harus mempermudah program pendidikan spesialis. Masuknya harus murah, tidak susah dan harus berdasarkan meritokrasi bukan karena 'rekomendasi'. Dan jika sudah masuk tidak mengalami hambatan-hambatan nonteknis," kata Syahril.
Dia menganggap, RUU Kesehatan akan menjadi solusi itu semua, dan akan membuat tenang para dokter dan tenaga kesehatan dalam menjalankan profesinya. "Jadi tidak benar asumsi yang beredar seolah-olah RUU tidak berpihak kepada para dokter dan tenaga kesehatan," ujar Syahril.