REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi V DPR RI, Lasarus, mengkritisi permintaan China yang menginginkan APBN menjadi jaminan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB). Ia menilai, proyek ini sebagai kesalahan pemerintah yang kurang tepat memikirkan langkah antisipasi.
"Saya rasa ini terjadi karena pemerintah kita, menurut saya tidak cermat di awal, sehingga membuat China berani menekan kita untuk meminta jaminan dari APBN," kata Lasarus, Senin (17/4).
Maka itu, Lasarus meminta Pemerintah Indonesia tegas menghadapi permintaan China ini. Di sisi lain, ia mengingatkan, Indonesia memang harus komitmen pada kesepakatan yang ada sebelum proyek KCJB ini dijalankan.
Terlebih, sebenarnya Pemerintah Indonesia sudah biasa melakukan pinjaman luar negeri untuk berbagai pembangunan. "Harusnya skema pengembaliannya seperti apa dibicarakan dari awal. Tidak seperti sekarang, ketika keretanya sudah selesai, baru dibicarakan skema utang," ujar Lasarus.
Ia menekankan, pemerintah tidak boleh membebani APBN sebagai jaminan utang proyek KCJB. Sebab, Lasarus mengingatkan, langkah itu hampir bisa dipastikan akan memberikan risiko yang besar bagi keberlanjutan APBN Indonesia nantinya.
"Saya tidak setuju dengan skema itu. Karena, harusnya di skema pengembalian ada masa konsesi yang diberikan, di masa itulah kita berikan skema pengembalian," kata Lasarus.
Sebelumnya, Pemerintah Indonesia dalam kebimbangan akibat biaya proyek atau cost overrun KCJB membengkak US$ 1,2 miliar. China mematok bunga utang sebesar 3,4 persen, jauh lebih tinggi dari harapan Pemerintah Indonesia sebesar 2 persen.
Selain itu, China meminta Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai jaminan dari pinjaman utang proyek itu. Diberikan China Development Bank US$ 560 juta atau Rp 8,3 triliun untuk membiayai cost overrun sebesar Rp17,8 triliun.
Menko Marves, Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan, terkait tuntutan Pemerintah China tidak bisa langsung dipenuhi. Luhut menawarkan alternatif menggunakan penjaminan utang melalui PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia atau PII.