REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB), Abdullah Azwar Anas, mengungkapkan, penanganan tenaga non-ASN atau honorer dilakukan dengan prinsip menghindari sejumlah hal. Di antaranya, menghindari PHK massal, pembengkakan anggaran, tak mengurangi pendapatan yang diterima mereka saat ini, dan sesuai regulasi.
"Berdasarkan masukan dari DPR dan stakeholders, penanganan tenaga non-ASN dilakukan dengan prinsip menghindari PHK massal, menghindari pembengkakan anggaran, tidak mengurangi pendapatan yang diterima tenaga non-ASN saat ini, serta sesuai dengan regulasi yang ada," ujar Anas dalam siaran pers, Selasa (11/4/2023).
Dia menyampaikan, pemerintah sangat serius untuk melakukan penataan sumber daya manusia (SDM). Sebab, Anas menjelaskan, kontribusi tenaga non-ASN dalam pemerintahan dia sebut sangat signifikan. Dalam tindak lanjut penanganan tenaga non-ASN, dukungan semua pihak dalam penanganan tenaga non-ASN menjadi keniscayaan agar iklim birokrasi tetap baik.
“Faktualnya memang peran tenaga non-ASN ini cukup vital dalam menunjang berbagai fungsi pelayanan publik. Sehingga pemerintah dengan masukan dari DPR, DPD, asosiasi pemda, dan stakeholder terkait terus menyiapkan skema yang win-win solution,” kata Anas.
Dia mengatakan, perlu kesepahaman bersama terkait prinsip dasar yang harus disepakati sehingga ada kesamaan pedoman dalam mengambil solusi alternatif penanganan tenaga non-ASN yang tepat dan adil. Menurut dia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memberi arahan untuk mencari jalan tengah penyelesaian tenaga non-ASN ini.
"Tadi kami rapat dengan DPR, terima kasih atas masukan dan saran dari pimpinan dan anggota Komisi II DPR RI, yang insyaallah akan semakin mempertajam skema kebijakan penyelesaian tenaga non-ASN yang kini sedang digodok,” ujar Anas.
Dia melaporkan, proses pendataan non-ASN telah dilaksanakan sejak tahun 2022. Instansi yang telah mengunggah Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) sebanyak 595 instansi. Sehingga total non-ASN yang sudah dilengkapi SPTJM sebanyak 2.355.092 orang. Dalam menindaklanjuti hasil penataan Non-ASN, Kemenpan-RB berkoordinasi dengan BPKP untuk melakukan audit data yang disampaikan pada sistem Pendataan Non-ASN BKN.
Semua itu dia sampaikan saat rapat dengan DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (10/4/2023). Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia Tandjung, menyampaikan kesimpulan rapat yang juga menjadi rekomendasi dari DPR kepada Kementerian PANRB.
Poin pertama, yakni Komisi II DPR RI meminta Kemenpan-RB untuk segera menyelesaikan urusan terkait tenaga honorer sebelum tenggat kebijakan penghapusan tenaga honorer pada 28 November 2023.
Kemudian, Komisi II DPR RI juga mendorong Kemenpan-RB segera melakukan koordinasi dengan lima nstansi yang penyampaian SPTJM-nya masih dalam proses. Hal tersebut perlu dilakukan agar hasil finalisasi pendataan tenaga honorer dapat digunakan menyusun peta jalan ke depan.
"Agar hasil finalisasi pendataan tenaga non-ASN dapat digunakan sebagai data dasar dalam penyusunan roadmap penyelesaian tenaga non-ASN,” ujar dia.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Yanuar Prihatin, mengapresiasi prinsip dasar yang telah dilakukan Kemenpan-RB dalam penanganan tenaga non-ASN. Dia meyakini Kemenpan-RB bisa memberikan jalan keluar yang baik dalam penyelesaian permasalahan tenaga non-ASN.
“Mudah-mudahan pertemuan hari ini menjadi kabar baik bahwa penyelesaian tenaga honorer itu tidak memberikan kekecewaan terutama bagi stakeholder non-ASN,” ujar Yanuar.