REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembentukan koalisi besar masih menjadi teka-teki. Apakah mungkin koalisi ini bakal terbentuk? Lantas siapa saja yang akan bergabung?
Menurut pengamat politik Dedi Kurnia Syah, secara struktur akan sulit koalisi besar ini menyertakan PDIP dan Gerindra dalam satu wadah jika keduanya hendak mengusung capres dari kadernya sendiri.
Seperti diketahui Gerindra menjagokan Prabowo Subianto, sementara PDIP ingin majukan capres dari internal sebagai syarat gabung dalam koalisi besar.
Dedi pun berpandangan bahwa koalisi besar lebih terlihat sebagai ambisi Joko Widodo dibanding ambisi para partai yang berencana bergabung. "Jika lebih banyak Jokowi yang bermanuver, ini pun bisa bermasalah dengan PDIP, karena Jokowi bisa saja akan meredupkan ketokohan Megawati sebagai pengatur taktik politik koalisi," ujarnya.
Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN), Saleh Partaonan Daulay mengatakan bahwa koalisi besar didukung oleh partai politik yang berada dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Namun jika koalisi tersebut terealisasi, pembahasan terkait calon presiden (capres) akan memakan waktu lama.
Sebab tiga partai teratas saat ini, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Gerindra, dan Partai Golkar mengusulkan kadernya sebagai capres. Apalagi ada beberapa dari ketiganya sudah menetapkannya dalam forum resmi partai.
"Dugaan saya malah nanti ini putusan finalnya bukan sekarang, malah justru nanti menjelang akhir-akhir penyerahan capres-cawapres ke KPU," ujar Saleh di kawasan Kebayoran, Jakarta, Kamis (6/4) malam.
Wacana koalisi besar muncul dalam pertemuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengn lima ketua umum partai politik (ketum parpol) di acara silaturahim Ramadhan di kantor DPP PAN, Jakarta Selatan pada Ahad (2/4/2023).
Jokowi didampingi Ketum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketum Gerindra Prabowo Subianto, Ketum PAN Zulkifli Hasan, Ketum PKB Muhaimin Iskandar, dan Plt Ketum PPP Mardiono minus PDIP. Presiden Jokowi pun merespons positif rencana koalisi besar tersebut.