REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wacana koalisi besar yang sedang dijajaki Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dengan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) disebut juga hendak menyertakan PDIP. Namun demikian, akan menjadi kendala jika PDIP bergabung lantaran partai itu hendak mengusung calon presiden dari kadernya sendiri.
Sementara, di koalisi ini sudah ada nama Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang sudah mendeklarasikan akan maju capres di 2024 mendatang.
Pengamat politik Dedi Kurnia Syah menilai sebaiknya, Prabowo lebih baik membangun koalisi tanpa PDIP. "Pertama, koalisi tidak menjadi keharusan bagi Gerindra jika tidak terusung sebagai capres, Prabowo lebih baik bangun koalisi tanpa PDIP, mengingat koalisi besar tidak menjamin kemenangan," ujar Dedi kepada Republika.co.id, Jumat (7/4/2023).
Dedi mengatakan, tren kemenangan di Pilpres lebih banyak dipengaruhi faktor ketokohan bukan seberapa besar koalisi. Sementara, Prabowo, kata Dedi, memiliki modal keterpilihan yang baik tanpa harus ada sokongan dari PDIP.
Dedi melanjutkan, begitu juga PDIP, sudah benar dengan memastikan akan mengusung Capres kadernya sendiri jika bergabung koalisi. Ini karena PDIP sebagai partai pemenang Pemilu 2019 lalu dan juga memiliki kader potensial.
"Sehingga, cukup mengganggu malah PDIP jika harus duduk di Cawapres, andai pun itu terjadi dipastikan posisi Cawapres milik Puan Maharani, bukan Ganjar," ujar Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) ini.
Karena itu, Dedi menilai, secara struktur akan sulit koalisi besar ini menyertakan PDIP dan Gerindra dalam satu koalisi saat ini, jika keduanya hendak mengusung capres dari kadernya sendiri.
Selain itu, dia menilai koalisi besar lebih terlihat sebagai ambisi Joko Widodo dibanding ambisi para partai yang berencana bergabung. "Jika lebih banyak Jokowi yang bermanuver, ini pun bisa bermasalah dengan PDIP, karena Jokowi bisa saja akan meredupkan ketokohan Megawati sebagai pengatur taktik politik koalisi," ujarnya.