REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Solidaritas Indonesia (PSI) kali ini mempersoalkan batas usia minimal calon presiden (capres)-calon wakil presiden (cawapres) ke Mahkamah Konstitusi (MK). PSI meyakini syarat usia capres-cawapres pantas diturunkan.
Perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023 ini dimohonkan oleh PSI/Pemohon I dan sejumlah perseorangan warga negara Indonesia, yakni Anthony Winza Probowo (Pemohon II), Danik Eka Rahmaningtyas (Pemohon III), Dedek Prayudi (Pemohon IV), dan Mikhail Gorbachev (Pemohon V). Para pemohon menguji Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Adapun Pasal 169 huruf q UU Pemilu berbunyi, “Persyaratan menjadi calon Presiden dan calon wakil presiden. Adalah berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun."
"Setidak-tidaknya batas usia minimal usia calon presiden dan wakil presiden dapat diatur 35 tahun dengan asumsi pemimpin-pemimpin muda tersebut telah memiliki bekal pengalaman untuk maju sebagai calon presiden dan wakil presiden," kata perwakilan para pemohon, Francine Widjojo dalam sidang di MK, Senin (3/4/2023).
Pasal ini menurut para Pemohon bertentangan dengan moralitas dan rasionalitas karena menimbulkan bibit-bibit diskriminasi sebagaimana termuat dalam Pasal 28D ayat (3) UUD 1945. Para pemohon meminta negara membuka pintu seluas-luasnya dalam pencalonan Pilpres.
"Objek permohonan adalah ketentuan yang diskriminatif karena melanggar moralitas. Ketika rakyat Indonesia dipaksa hanya memilih pemimpin yang sudah bisa memenuhi syarat diskriminatif, tentu ini menimbulkan ketidakadilan bagi rakyat Indonesia yang memilih maupun orang yang dipilih," ujar Francine.
Untuk itu, para Pemohon meminta MK mengabulkan permohonan untuk seluruhnya dan menyatakan materi Pasal 169 huruf q UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “berusia paling rendah 35 tahun.”
Atas permohonan ini, Hakim Konstitusi Arief Hidayat memberikan beberapa catatan. Menurut Arief, pada permohonan di bagian legal standing dan kerugian konstitusional sebagaimana ketentuan PMK 2/2021 belum dibuatkan sesuai sistematikanya.
Terkait dengan legal standing para Pemohon, khususnya Pemohon I yang merupakan partai politik yang secara faktual belum memiliki wakil di dewan karena belum memenuhi parliamentary threshold.
"Apakah partai politik (PSI) yang tidak mempunyai parliamentary threshold ini dapat mengajukan hal ini karena yang dapat mengajukan calon presiden dan wakil presiden harus memenuhi ketentuan yang ada. Selanjutnya terkait Pemohon perorangan ini secara faktual pernah dicalonkan oleh partai politik?" tanya Arief.
Sedangkan Hakim Konstitusi Saldi Isra mengomentari identitas Pemohon perseorangan yang belum menyebutkan tanggal lahir. Hal ini memudahkan hakim untuk mengkaji umur para Pemohon dengan keterkaitan pengajuan perkara ini.