Senin 03 Apr 2023 09:20 WIB

Staf Khusus Menkeu Jelaskan Fakta Modus Dugaan Penyelundupan Emas Rp 189 Triliun

Prastowo mengeklaim Kemenkau tidak menutupi data PPATK kepada Menkeu Sri Mulyani.

Rep: Novita Intan/ Red: Agus raharjo
Staf Khusus Menteri Keuangan (Stafsus Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, yaitu Yustinus Prastowo.
Foto: Dok Kemenkeu
Staf Khusus Menteri Keuangan (Stafsus Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, yaitu Yustinus Prastowo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan buka suara terkait dugaan penyelundupan emas yang diungkapkan Menko Polhukam Mahfud MD saat rapat dengan Komisi III DPR sebesar Rp 189 triliun. Adapun nilai dugaan penyelundupan tersebut mencakup transaksi mencurigakan Rp 349 triliun yang ditemukan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo menjelaskan pada 2016 KPU Bea Cukai Bandara Soekarno Hatta melakukan penindakan atau eksplorasi emas melalui kargo yang dilakukan PT Q. Kemudian perusahaan tersebut ditindaklanjuti dengan penyelidikan bidang kepabean.

Baca Juga

“Saat itu PT Q memasukkan dokumen pemberitahuan ekspor barang dengan pemberitahuan sebagai scrap jewelry. Namun, petugas KPU Bea Cukai Soetta mendeteksi kejanggalan pada profil eksportir dan tampilan x-ray sehingga bidang kepabeanan menerbitkan nota hasil intelijen untuk mencegah pemuatan barang,” kata dalam cicitannya di Twitter pribadinya @prastow dikutip Senin (3/4/2023).

Prastowo mengakui, saat dilakukan pemeriksaan terhadap barang ekspor disaksikan oleh PPJK dan perusahaan security transporter, ditemukan emas batangan (ingot) atau tidak sesuai dokumen PEB. Bahkan seharusnya ada persetujuan ekspor dari Kementerian Perdagangan.

Menurut dia, setiap kemasan pada barang ekspor tersebut disisipkan emas bentuk gelang dalam jumlah kecil untuk mengelabui x-ray. Karena dianggap janggal, kepabeanan melakukan pencegahan dan penyegelan barang dalam rangka penyelidikan lebih lanjut.

Selain itu, Prastowo menjelaskan, pada 2015 PT Q pernah mengajukan permohonan surat keterangan bebas PPh Pasal 22 Impor (DPP) senilai Rp 7 triliun. Namun, surat keterangan bebas ditolak ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP) karena wajib pajak tidak menunjukkan atas impor tersebut menghasilkan emas perhiasan tujuan ekspor.

“Maka itu, Kemenkeu menduga kegiatan ekspor menjadi penyebab adanya tindak pidana di bidang kepabeanan oleh PT Q. Penyelidikan dilakukan secara menyeluruh hingga tahapan impor,” cicit Prastowo.

Setelah dinyatakan penyidikan sudah lengkap atau P-21, PT Q terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan. Namun, perkara tersebut tidak dinyatakan sebagai tindak pidana.

"Kemudian, DJBC mengajukan kasasi dengan putusan: A. No 1549K/Pid.Sus/2017 tanggal 20 Nov 2017: Terdakwa Mr X (perorangan) dir PT Q terbukti secara sah & meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan pidana penjara enam bulan & denda Rp 2,3 miliar. B. Terdakwa PT Q terbukti secara sah & meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan pidana denda Rp 500 juta," ujarnya.

Lebih lanjut, Prastowo mengungkapkan, PT Q mengajukan PK dengan Putusan Nomor 199 PK/PID.SUS/2019 tanggal 17 Juli 2019 yang menyatakan perusahaan tersebut terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan. Namun, bukan tindak pidana.

"Saya insert di sini mengenai apa yang disampaikan Pak Mahfud bahwa ada LHP PPATK yang diserahkan 2017 dan diterima DJBC dan itjen. Bukan tidak ditindaklanjuti. Justru sedang berproses maka dilakukan kegiatan intelijen untuk memperkuat ini. Apalagi 2019 ternyata PK memenangkan terdakwa," tulis Prastowo.

Prastowo mengungkapkan adanya kesamaan modus seperti case PT Q. Berdasarkan laporan yang disampaikan PPATK kepada DJBC menunjukkan IHP atas grup perusahaan yang bergerak bidang emas dengan total nilai transaksi keuangan sebesar Rp189,7 triliun.

"Selain itu, sejak 2020 juga dilaksanakan tripartit yang merupakan forum intelijen joint analysis dengan callsign Jagadara (Juand –Gatot Subroto–Rawamangun) dengan tujuan untuk optimalisasi penerimaan negara. Antara PPATK, DJP, dan DJBC," tulis Prastowo.

Kemudian DJBC menindaklanjuti surat tersebut dengan menggunakan analisis kepabeanan ekspor-impor. Dari analisis tersebut, ditemukan adanya indikasi pelanggaran pidana di bidang kepabeanan.

Dia menyampaikan, bidang kepabeanan melakukan optimalisasi melalui tindak lanjut aspek perpajakan melalui surat PPATK nomor SR-595/PR.01/X/2020 yang disampaikan ke DJP. Kemudian, data tersebut digunakan DJP pemeriksaan bukti permulaan terhadap PT Q .

"Sehingga WP melakukan pengungkapan ketidakbenaran dan diperoleh pembayaran sebesar Rp 1,25 miliar serta berhasil mencegah restitusi LB SPT Tahunan 2016 yang sebelumnya diajukan oleh PT Q sebesar Rp 1,58 miliar," tulis Prastowo.

Dia pun menekankan bahwa semua laporan dijabarkan dengan akuntabel, transparan, bahkan digunakan untuk mengoptimalisasi penerimaan negara. Selain itu, Prastowo memastikan Kementerian Keuangan tidak menutup-nutupi data PPATK kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani.

"Kemenkeu akan terus berkoordinasi dengan PPATK dan APH lain, tentu dalam arahan Komite Nasional PP TPPU. Ini untuk memastikan tindak lanjut bersama sesuai kewenangan, apabila terdapat indikasi TPPU berdasarkan penyidikan pidana asal. Terima kasih untuk dukungan dan sinergi yang bagus," kata Prastowo.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement