Rabu 22 Mar 2023 18:08 WIB

KASBI Kritik Pengesahan UU Cipta Kerja

KASBI khawatir aturan tersebut membuat eksploitasi terhadap SDM dan SDA di Tanah Air

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Gita Amanda
Massa dari berbagai elemen buruh, mahasiswa, masyarakat sipil dan pengemudi ojek online melakukan aksi di depan Gedung DPR MPR RI, Jakarta, Selasa (28/2/2023). Dalam aksinya mereka menolak pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja dan menuntut Presiden Joko Widodo untuk mencabut Perppu tersebut serta menekan pemerintah untuk segera terbitkan dan sahkan seluruh peraturan perundang-undangan yang melindungi hak rakyat diantarnya RUU PPRT, Perlindungan Pekerja Transportasi-Ojek Online dan RUU Masyarakat Adat.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Massa dari berbagai elemen buruh, mahasiswa, masyarakat sipil dan pengemudi ojek online melakukan aksi di depan Gedung DPR MPR RI, Jakarta, Selasa (28/2/2023). Dalam aksinya mereka menolak pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja dan menuntut Presiden Joko Widodo untuk mencabut Perppu tersebut serta menekan pemerintah untuk segera terbitkan dan sahkan seluruh peraturan perundang-undangan yang melindungi hak rakyat diantarnya RUU PPRT, Perlindungan Pekerja Transportasi-Ojek Online dan RUU Masyarakat Adat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) mengkritik pedas pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang Undang (UU). KASBI menilai pengesahan ini jadi pintu masuk eksploitasi di Tanah Air.

Dewan Buruh Nasional KASBI Nining Elitos menegaskan DPR dan Pemerintah memang sudah melakukan penyimpangan terhadap mandat konstitusi. UU Cipta Kerja sejak awal sudah menuai kritik berbagai kalangan. Hanya saja, DPR dan Pemerintah bungkam hingga akhirnya dipaksa disahkan.

"Kemudian ketika dituntut melalui ruang peradilan, peradilan pun memutuskan inkonstitusional bersyarat (di Mahkamah Konstitusi), namun bukan diperbaiki tapi dipaksakan melalui Perppu dan kini menjadi Undang-Undang," kata Nining kepada Republika, Rabu (22/3/2023).

Nining mensinyalir ada kepentingan pemodal di balik UU Cipta Kerja. Ia mengkhawatirkan aturan itu malah membuat eksploitasi terhadap Sumber Daya Manusia (SDM) dan Sumber Daya Alam (SDA) makin menjadi-jadi di Tanah Air.

"Artinya apa? Rezim hari ini ada mengamini ekploitasi SDM dan SDA dengan dalih investasi tapi mengorbankan kepentingan rakyat dan bangsa," ujar Nining.

Atas dasar itulah, Nining tak ragu lagi menyebut tindakan ini sebagai pengkhianatan terhadap konstitusi. Menurutnya, para wakil rakyat dan Pemerintah mestinya malu dengan tindakan mereka sendiri.

"Ini adalah bentuk penghianatan baik pada konstitusi maupun rakyat Indonesia, dimana mereka lupa duduk di tampuk kekuasaan. Duduk di tampuk kekuasaan itu karena suara rakyat, ketika membuat regulasi dan Undang-undang lupa dengan rakyat," ucap Nining.

Lebih lanjut, Nining menegaskan UU Cipta Kerja seakan menjadi karpet merah untuk penjajahan modern. Nantinya, masyarakat sendiri lah yang bakal jadi korban kebijakan ini.

"Saat ini, rezim yang benar-benar memberikan ruang penjajahan terhadap bangsa dan rakyatnya," tegas Nining.

Diketahui, DPR resmi mengesahkan mengesahkan rancangan undang-undang (RUU) tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi undang-undang. Penetapan dilakukan dalam rapat paripurna ke-19 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2022-2023.

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Muhammad Nurdin menjelaskan, Perppu Cipta Kerja seyogyanya sama dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Namun, di dalamnya setidaknya ada lima perubahan materi muatan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement