Jumat 17 Mar 2023 21:34 WIB

Ancaman Berat Pelanggaran Netralitas, ASN Diminta Hati-Hati Memainkan Jempol

KASN sebut pelanggaran netralitas terbesar umumnya berasal dari media sosial

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
 Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Agus Pramusinto, mengingatkan para ASN untuk tetap fokus pada tugasnya dan memastikan pelayanan yang adil menjelang tahun politik. Agus meminta ASN untuk tidak sibuk bermain media sosial dengan mendukung calon tertentu.
Foto: doc humas KASN
Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Agus Pramusinto, mengingatkan para ASN untuk tetap fokus pada tugasnya dan memastikan pelayanan yang adil menjelang tahun politik. Agus meminta ASN untuk tidak sibuk bermain media sosial dengan mendukung calon tertentu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Agus Pramusinto, mengingatkan para ASN untuk tetap fokus pada tugasnya dan memastikan pelayanan yang adil menjelang tahun politik. Agus meminta ASN untuk tidak sibuk bermain media sosial dengan mendukung calon tertentu.

"Memastikan pelayanan adil, dan juga tidak ada friksi antara ASN. Kalau sudah betul mendukung, kita khawatir antar ASN itu ada friksi, padahal tugasnya adalah melayani. Dan kita harus betul-betul menjaga ini semua," ujar Agus dalam keterangan pers, Jumat (17/3/2023).

Agus menyebutkan, pelanggaran netralitas dapat ditemukan dari hal-hal yang sederhana, seperti memasang spanduk, baliho, dan alat peraga terkait bakal calon. Di samping itu, pelanggaran lainnya adalah hadir dalam kegiatan deklarasi dan ikut dalam kampanye di sosial media.

Lebih lanjut, dia menerangkan, hingga saat ini KASN menemukan bahwa kategori pelanggaran netralitas ASN terbesar adalah kampanye atau sosialisasi di media sosial. Porsi pelanggaran netralitas dalam kategori tersebut tercatat sebanyak 30,04 persen. Untuk itu, dia mengingatkan para ASN untuk benar-benar menjaga jempol mereka.

"Jadi jempol kita itu memang harus dijaga, hati-hati. Ini bukan mengancam, tapi peringatan bagi saya sendiri juga," kata dia.

Agus menegaskan, semua itu dia ingatkan bukan berarti ASN tidak memiliki hak pilih. ASN, kata Agus, tetap punya hak pilih, tetapi hanya di bilik suara saja. Untuk selebihnya, ASN tidak boleh ikut ajang dukung-mendukung, kampanye, dan sebagainya. "Jadi cukup di bilik suara," kata dia.

Agus juga menjelaskan mekanisme pelaporan ASN yang diduga melakukan pelanggaran netralitas. Menurut dia, jika seorang ASN dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) karena terindikasi melanggar netralitas, maka laporan tersebut akan diteruskan ke KASN. KASN selanjutnya akan mengeluarkan rekomendasi.

“Itu mekanisme yang dilakukan. Terbukti melanggar ada konsekuensi dan sanksinya. Jadi, ini bukan mengancam tetapi upaya kami mencegah teman-teman agar tidak melakukan hal-hal yang seharusnya tidak dilakukan," kata dia.

Adapun sanksi yang akan dijatuhkan PPK bisa berupa hukuman ringan, sedang, dan berat. Sanksi ringan mencakup teguran lisan dan tertulis, sedangkan sanksi sedang terkena pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25 persen selama enam bulan, sembilan bulan, atau 12 bulan.

"Lalu, sanksi berat berupa pembebasan dari jabatan hingga pemberhentian dengan tidak hormat atas permintaan sendiri dan lain-lain," jelas dia.

Di samping itu, fakta menunjukkan banyaknya masalah terkait netralitas ASN dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) sepanjang 2020-2022. Persoalan ini harus dievaluasi untuk mengantisipasi hal serupa terjadi pada Pemilu dan Pilpres 2024, terlebih ASN diwacanakan menjadi panitia penyelenggara pemilu.

Komisioner KASN, Arie Budhiman, mengatakan, terjadi 1.605 pelanggaran netralitas yang dilakukan oleh ASN sepanjang 2020-2022. Dia berharap, ASN berhati-hati terhadap ‘virus’ netralitas pada 2020 atau yang dia sebut N-20 agar tidak bermutasi menjadi ‘virus’ netralitas 2024 atau N-24.

“Kita lihat data pelanggaran netralitas nasional. Dari 2.073 yang dilaporkan, ini tentu harus dikaji, diklarifikasi. Tidak kemudian serta-merta laporan itu ditanggapi dan kemudian diberikan sanksi. Itu poinnya 1.605 yang terbukti atau 77,5 persennya,” kata Arie dalam sebuah diskusi yang disiarkan melalui kanal Youtube, Selasa (10/1).

Dari yang sudah terbukti melakukan pelanggaran netralitas, 88,5 persennya atau sebanyak 1.420 orang ASN sudah ditindaklanjuti oleh pejabat pembuat komitmen (PPK) dengan penjatuhan sanksi. Dari jumlah tersebut, ada lima jabatan ASN yang paling tinggi melakukan pelanggaran, yakni jabatan fungsional 26,5 persen, pelaksana 17,2 persen, jabatan pimpinan tinggi (JPT) 15,7 persen, administrator 13,4 persen, dan pengawas 11,8 persen.

Untuk kategori jenis pelanggaran terbanyak ada pada kampanye atau sosialisasi menggunakan media sosial, yakni sebesar 30,4 persen. Kemudian yang berikutnya, mengadakan kegiatan yang mengarah pada keberpihakan terhadap salah satu calon atau bakal calon sebesar 22,4 persen.

Ketiga, lanjut dia, melakukan foto bersama bakal calon atau pasangan dengan mengikuti simbol gerakan tangan atau gerakan yang mengindikasikan keberpihakan, yakni mencapai 12,6 persen. “Itu artinya 42 persen melalui media sosial. Ini tentu menjadi hal yang perlu kita cermati,” kata Arie.

Arie menjelaskan, pelanggaran netralitas yang dilakukan ASN paling besar terjadi saat kampanye berlangsung, yakni 845 orang ASN atau 52,6 persen. Jumlah tersebut hanya berjarak 5,9 persen saja dengan pelanggaran yang terjadi sebelum masa kampanye yang berjumlah 751 orang ASN atau 46,7 persen. Sementara sisanya, terjadi di luar masa pemilu yang berjumlah sembilan orang ASN atau 0,7 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement