Rabu 15 Mar 2023 10:05 WIB

Fraksi PAN Nilai Sanitasi di Jakarta Posisi Kedua Terendah se-Asia Tenggara

Pemprov DKI mengajukan Raperda Pengelolaan Air Limbah Domestik di Jakarta.

Rep: Eva Rianti/ Red: Erik Purnama Putra
Anggota Fraksi PAN DPRD DKI Jakarta, Wawan Suhawan.
Foto: Dok DPRD DKI
Anggota Fraksi PAN DPRD DKI Jakarta, Wawan Suhawan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPRD DKI Jakarta menyampaikan data, Jakarta merupakan ibu kota se-Asia Tenggara yang menduduki posisi kedua terendah mengenai masalah sanitasi. Kondisi itu semakin mendorong urgensinya pembahasan rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik.

Hal itu disampaikan anggota Fraksi PAN DPRD DKI Jakarta, Wawan Suhawan dalam rapat paripurna di Gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (14/3/2023). Wawan menyayangkan, Jakarta sebagai pusat pemerintahan, bisnis, dan industri, tidak diimbangi dengan sistem pembuangan yang memadai.

Anggota Komisi B DPRD DKI itu pun menyebut kondisi air dan sanitasi di Jakarta semakin memburuk. Mengutip data Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), cakupan wilayah di DKI Jakarta hanya meliputi empat persen dari keseluruhan wilayah dengan tingkat pencemaran biological oxygen demand (BOD) sebesar 84 mg/I.

"Dengan kondisi tersebut, DKI Jakarta berada di posisi kedua terendah dalam hal sanitasi di antara Ibu Kota di Asia Tenggara. Inilah sebabnya Jakarta perlu pengolahan limbah terpadu," kata Wawan dalam siaran pers di Jakarta, Rabu (15/3/2023).

Wawan pun mendorong Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk lebih fokus melakukan pembenahan mengenai masalah sanitasi di Ibu Kota. Di antaranya, mengenai penyediaan tempat buang air atau MCK, serta intensitas penyedotan tangki septik yang hingga saat ini masih jadi masalah, terutama di permukiman padat penduduk.

"Kami juga menyoroti masalah kualitas air situ atau waduk DKI Jakarta dimana Jakarta Barat dan Jakarta Utara menduduki peringkat terburuk, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) IPB University," ucap Wawan.

"Jakarta Barat mengalami pencemaran berat 54,1 persen, sedangkan Jakarta Utara sebesar 48,8 persen, kedua wilayah ini merupakan kawasan dengan padat penduduk sehingga sumber pencemaran limbah tertinggi berasal dari limbah rumah tangga," kata Wawan menambahkan.

Dia menegaskan, tingkat pencemaran air di Jakarta memang telah menunjukkan kecenderungan meningkat, sehingga menyebabkan tingginya tingkat pencemaran air tanah maupun air permukaan. Oleh sebab itu, perlu lahirnya aturan mengenai pengelolaan air limbah domestik.

Pembahasan mengenai raperda tersebut akan dilanjutkan pada Rabu (15/3/2023), dengan agenda jawaban Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta atas pandangan semua fraksi. Selain Raperda Limbah Domestik, Pemprov DKI juga mengajukan Raperda Rencana Umum Energi Daerah agar dibahas DPRD DKI Jakarta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement