REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) belum mengajukan permohonan eksekusi atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), yang salah satunya memerintahkan penundaan Pemilu 2024. Sebab, Prima ingin berdamai dengan KPU RI.
"Belum (kita ajukan permohonan eksekusi) karena kita masih berharap proses ini masih bisa menemukan titik temu. Ada titik temu yang lebih soft, yang lebih damai di antara dua pihak," kata Sekretaris Jenderal Prima Dominggus Oktavianus kepada wartawan, usai bersidang di Kantor Bawaslu RI, Jakarta, Selasa (14/3/2023).
Prima sebelumnya memang menyampaikan secara terbuka terkait opsi damai ini. Prima menyatakan mau mencabut gugatannya yang sudah diputuskan PN Jakpus tersebut dengan satu syarat. Syaratnya, KPU RI menetapkan Prima sebagai peserta Pemilu 2024.
Namun, KPU RI menolak opsi damai itu. KPU RI menyatakan tidak bisa mengambil jalur kompromi semacam itu karena tidak diatur dalam UU Pemilu. KPU memilih untuk menghadapi gugatan Prima lewat jalur hukum.
Dominggus tak ambil pusing dengan keengganan KPU RI untuk berdamai. Sebab, Prima siap meladeni KPU RI lewat jalur hukum. "Ini sebenarnya juga jalur hukum lewat Bawaslu. Kita juga masih menunggu proses di Mahkamah Agung," kata Dominggus.
Jalur hukum lewat Bawaslu yang dimaksud adalah laporan dugaan pelanggaran administrasi KPU RI. Perkara ini sedang bergulir, yang sidang perdananya digelar hari ini. Sedangkan "proses di Mahkamah Agung (MA)" adalah permohonan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), yang menolak gugatan Prima agar dijadikan peserta pemilu.
Dominggus melanjutkan, apabila putusan dari sejumlah lembaga peradilan itu tidak bisa membuat Prima menjadi peserta pemilu, maka pihaknya akan menempuh jalur lain. "Kita sudah mempersiapkan beberapa alternatif kejutan berikutnya, nanti ada," ujarnya tanpa memberikan penjelasan detail.
Sebelumnya, Kamis (2/3/2023), PN Jakpus membacakan putusan atas gugatan perdata yang dilayangkan Prima. Prima menggugat karena merasa dirugikan oleh KPU RI dalam proses verifikasi administrasi partai politik, yang mengakibatkan partai baru itu tidak lolos sebagai peserta Pemilu 2024.
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum (PMH) dan merugikan Prima. Majelis hakim menghukum KPU untuk menghentikan tahapan Pemilu 2024 yang tengah berjalan dan mengulang tahapan pemilu sedari awal dalam kurun waktu 2 tahun 4 bulan 7 hari. Artinya, pemilu yang sejatinya digelar 14 Februari 2024 ditunda ke Juli 2025.
Berdasarkan penjelasan humas PN Jakpus, putusan atas perkara perdata yang dilayangkan Prima itu bisa langsung dieksekusi karena terdapat amar putusan yang menyatakan, "putusan perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta merta (uitvoerbaar bij voorraad)." Artinya, putusan dapat dieksekusi walau proses banding sedang dilakukan.
Kendati begitu, eksekusi baru bisa dilaksanakan setelah Prima mengajukan permohonan eksekusi ke PN Jakpus. Setelah itu, PN Jakpus akan meminta izin eksekusi kepada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Jika diizinkan, PN Jakpus bakal membuat surat penetapan eksekusi.
Sementara Prima menunda permohonan eksekusi dan mengusulkan opsi damai, KPU RI tetap fokus pada jalur hukum. KPU RI mengajukan banding atas putusan PN Jakpus tersebut pada Jumat (10/3/2023). Selanjutnya, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta akan memutuskan menerima atau menolak banding KPU. Jika diterima, maka putusan tunda pemilu pun gugur.