REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Umum PB IDI, Moh Adib Khumaidi, menyoroti meninggalnya dokter spesialis paru di RSUD Nabire, Papua Tengah, almarhumah Mawarti. Kematiannya diduga janggal karena kondisi mulut berbusa, diminta IDI menjadi perhatian Pemerintah Pusat hingga daerah.
“PB IDI akan terus mengawal agar kasus meninggalnya dr Mawarti ini diusut tuntas,” kata Adib dalam keterangannya dikutip di Jakarta, Senin (13/3/2023).
Padahal, Adib mengatakan, perjuangan almarhumah sangat membantu pengobatan di Indonesia Timur, khususnya Papua. Hal itu, kata dia, karena dari 1.424 dokter spesialis paru di nusantara, tidak lebih dari 50 dokter yang mengabdi di Indonesia Timur, termasuk dokter Mawarti.
“Padahal kebutuhan dokter spesialis paru sangat dibutuhkan utamanya daerah-daerah seperti Nabire. Namun kendala seperti jaminan keamanan dan keselamatan, infrastruktur akses yang tidak memadai menjadi kendala bagi para dokter spesialis untuk bertugas secara maksimal,” kata Adib.
Oleh sebab itu, Adib meminta kepada pemerintah pusat hingga daerah agar bisa memberikan jaminan keamanan dan keselanatan pada para tenaga kesehatan. “Salah satu kendala dalam pemerataan dokter terutama dokter spesialis di daerah adalah belum ada jaminan keselamatan dan keamanan dari pemerintah pusat maupun daerah bagi para tenaga kesehatan yang bertugas, terutama di wilayah terpencil dan wilayah konflik,” tutur dia.
Menanggapi wafatnya almarhumah pada pekan lalu, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) mengeluarkan edaran resmi yang menghimbau segenap anggota IDI untuk mengenakan pita hitam di lengan kanan. Menurut Sekretaris Jendral (Sekjen) PB IDI, Dr Ulul Albab, SpOG, penggunaan pita hitam di lengan kanan ini dimulai sejak pemakaman almarhumah pada Senin ini (13/3/2023) hingga Rabu (15/3/2023) nanti.
“Edaran resmi PB IDI tersebut ditujukan kepada segenap ketua IDI Cabang, segenap Ketua IDI Wilayah, segenap Ketua Perhimpunan, serta segenap Ketua Keseminatan mulai pagi ini,” kata Ulul.
Sebelumnya, penggunaan pita hitam pernah juga diimbau pada 2013 sebagai bentuk dukungan terhadap Dokter Ayu di Manado yang mengalami kriminalisasi. Termasuk, juga saat meninggalnya dr Soeko dalam kerusuhan Wamena pada 2019, serta dalam perayaan HUT Kemerdekaan RI ke-76 pada tahun 2021 sebagai tanda duka cita atas tingginya kematian tenaga kesehatan dalam penanganan Covid-19.