REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari membantah anggapan bahwa pihaknya menganggap remeh sidang perkara perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), yang putusannya memerintahkan penundaan Pemilu 2024. Hasyim menyebut pihaknya serius menghadapi gugatan tersebut.
Hal ini disampaikan Hasyim untuk merespons pernyataan Pengurus Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). "KPU berharap saudara-saudara mahasiswa itu membaca berbagai putusan tersebut dengan cermat. Dari situ akan diketahui apa pokok jawaban dan argumentasi KPU," kata Haysim kepada wartawan, Selasa (7/3/2023).
Hasyim mengatakan, gugatan perdata yang dilayangkan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) di PN Jakpus itu bukan gugatan pertama yang diajukan partai baru itu. Sebelumnya, Prima menggugat KPU di Bawalsu dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Hasyim menyebut Prima melayangkan gugatan secara "bertubi-tubi" terhadap KPU. Meski demikian, pihaknya menghadapi semua gugatan tersebut.
"KPU serius menghadapi semua gugatan," ujar Hasyim menegaskan.
Kendati mengaku serius menghadapi persidangan di PN Jakpus, Hasyim mengakui pula bahwa pihaknya sengaja tidak menghadirkan saksi. Hasyim punya dua alasan.
Pertama, PN Jakpus tidak berwenang mengadili gugatan yang dilayangkan Prima itu. Sebab, gugatan dan sengketa partai politik jalurnya ada di Bawaslu dan PTUN.
Kedua, KPU merupakan penyelenggara atau pelaku dalam proses pendaftaran dan verifikasi partai politik calon peserta Pemilu 2024. Karena itu, KPU adalah pihak yang paling mengetahui persoalan tersebut.
"Berdasarkan dua hal tersebut, KPU tidak menghadirkan saksi dan KPU cukup menghadapi sendiri persidangan tersebut," kata Hasyim.
Gugatan perdata di PN Jakpus tersebut dilayangkan Prima pada 8 Desember 2022 lalu. Prima merasa dirugikan oleh KPU dalam proses verifikasi administrasi partai politik, sehingga mereka dinyatakan tidak lolos sebagai peserta Pemilu 2024.
Dalam salinan putusan perkara tersebut, diketahui ternyata KPU RI tidak mengirimkan satu orang pun saksi maupun saksi ahli untuk menguatkan argumentasinya guna membantah dalil-dalil Prima. KPU RI juga tidak menunjuk kuasa hukum, melainkan hanya memberikan kuasa kepada 43 orang, terdiri atas komisioner dan pegawai KPU, untuk berbicara dalam persidangan.
Sedangkan pihak Prima menghadirkan dua orang saksi dan menggunakan jasa pengacara. Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyebut Prima dapat membuktikan seluruh dalil gugatannya.
"Sedangkan tergugat (KPU) tidak dapat mempertahankan dalil-dalil bantahannya," demikian bunyi salah satu pertimbangan majelis hakim.
Alhasil, majelis hakim dalam amar putusannya memutuskan mengabulkan seluruh gugatan Prima. Majelis menyatakan Prima adalah partai politik yang dirugikan oleh KPU dalam proses verifikasi. Majelis menyatakan KPU melakukan perbuatan melawan hukum (PMH).
Majelis hakim menghukum KPU untuk menghentikan tahapan Pemilu 2024 yang tengah berjalan dan mengulang tahapan pemilu sedari awal dalam kurun waktu 2 tahun 4 bulan 7 hari. Artinya, pemilu yang sejatinya digelar 14 Februari 2024 ditunda menjadi Juli 2025.
Atas putusan tersebut, KPU RI menyatakan akan mengajukan banding. KPU RI juga tidak mau melaksanakan hukuman mengulang atau menunda pemilu.
Berbicara terpisah, Pengurus Pusat KAMMI menilai, KPU RI telah menganggap remeh persidangan tersebut dengan cara tidak menyewa kuasa hukum dari luar dan tidak mempersiapkan alat bukti secara serius. KPU disebut terlalu percaya diri bahwa gugatan Prima bakal ditolak, karena pengadilan negeri tidak punya kewenangan mengadili perkara sengketa pemilu.
"KPU ini meremehkan, mereka meremehkan, seolah-olah ini partai yang tidak lolos verifikasi bakal ditolak di pengadilan negeri. Jadi kan sejak awal dia sudah punya stigma yang tidak baik terhadap proses penegakan hukm," kata Kepala Bidang Polhukam KAMMI, Rizky Agus Saputra di Kantor DKPP, Selasa.
Rizky mengatakan, karena KPU menganggap remeh persidangan, akhirnya PN Jakpus memenangkan gugatan Prima. Alhasil, keluarlah putusan penundaan pemilu. Putusan itu lantas membuat publik bertanya-tanya apakah pemilu dilanjutkan atau ditunda.
Menurut KAMMI, rangkaian peristiwa itu menunjukkan bahwa semua komisioner KPU RI gagal mempertahankan kehormatan lembaganya. Padahal Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mengharuskan penyelenggara pemilu menjaga kehormatan lembaganya. Karena itu, KAMMI mengadukan tujuh komisioner KPU RI ke DKPP.
P