Selasa 28 Feb 2023 05:10 WIB

Menanti Pemulihan Lingkungan Pascavonis Surya Darmadi

Uang pengganti yang diberikan Surya Darmadi dinilai bisa untuk perbaikan lingkungan.

Rep: Rizky Suryarandika  / Red: Teguh Firmansyah
Terdakwa pemilik PT Dulta Palma Group, Surya Darmadi alias Apeng saat akan menjalani sidang vonis  di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta, Kamis (23/2/2023). Majelis hakim menjatuhkan vonis kepada terdakwa Surya Darmadi dengan pidana 15 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 5 bulan kurungan serta dijatuhkan pidana uang pengganti Rp2,2 triliun dan uang kerugian perekonomian negara sebesar Rp39,7 triliun subsider 5 tahun penjara. Vonis tersebut dijatuhkan hakim karena terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi terkait kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit di wilayah Indragir Hulu, Riau serta melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Foto:

REPUBLIKA.CO.ID, Bos PT Duta Palma Grup Surya Darmadi sudah dijatuhi hukuman 15 tahun penjara dalam kasus korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait alih fungsi lahan di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau. Lantas bagaimana nasib perbaikan lingkungan yang dirusak pria yang biasa disapa Apeng itu? 

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menindaklanjuti putusan hakim di kasus Surya. Walhi meyakini putusan hakim dapat menjadi rujukan ATR/BPN untuk mengevaluasi izin dari 4 perusahaan Surya yang bermasalah yaitu PT Banyu Bening Utama, PT Panca Agro Lestari, PT Kencana Amal Tani, dan PT Siberida Subur. 

Baca Juga

"Putusan hakim sudah cukup kuat jadi alasan evaluasi izin lalu evaluasi ini rekomendasikan dicabut izinnya atau penciutan izinnya," kata Manager Kampanye Hutan dan Kebun Eksekutif Nasional WALHI Uli Arta Siagian kepada Republika, Senin (27/2). 

Kemudian, KLHK sesuai tupoksinya diyakini Walhi bisa merekognisi hak masyarakat adat yang dirampas oleh perusahaan Surya Darmadi. Sebab ada wilayah adat Talang Mamak yang mesti dikembalikan pasca vonis.  "Hanya dengan dua tindakan ini putusan persidangan itu bisa dirasakan manfaatnya boleh masyarakat," ujar Uli. 

Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) sepakat soal pemulihan lingkungan pascavonis Surya Darmadi. ICEL mendukung keberanian majelis hakim yang mengakui adanya kerugian negara Rp2,23 triliun dan Rp 39.75 triliun kerugian perekonomian negara yang nantinya akan dibayarkan dalam bentuk uang pengganti oleh Surya.

"Kami berharap dari uang pengganti yang dibayarkan tersebut dapat dieksekusi dengan baik dan kembali kepada lingkungan melalui pemulihan," kata Kepala Divisi Kehutanan dan Lahan ICEL Adrianus Eryan. 

Apalagi Majelis hakim sudah mempertimbangkan dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh Surya Darmadi dan perusahaannya. Majelis hakim menyampaikan pertimbangan bahwa kawasan hutan adalah termasuk komponen penunjang perekonomian negara. Sehingga majelis hakim berpendapat pemerintah memiliki mandat untuk mengatur alokasi dan penggunaan ruang yang ada di Indonesia, termasuk ruang kawasan hutan. Majelis hakim pun tak ragu menyebut hilangnya hutan akibat aksi Surya Darmadi. 

"Menimbang bahwa terdakwa Surya Darmadi melaksanakan usaha perkebunan sawit dalam kawasan hutan melalui PT Banyu Bening Utama, PT Panca Agro Lestari, PT Kencana Amal Tani, PT Palma 1 dan PT Siberida Subur di Kabupaten Inhu, Riau di atas kawasan hutan telah mengakibatkan terjadi perubahan fisik dari sebelumnya kawasan hutan yang telah berubah menjadi kebun sawit. Tidak ada lagi pohon hutan,alam yang asri," kata Hakim anggota Sukartono dalam agenda pembacaan vonis pada Kamis (23/2) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. 

Jerat koruptor SDA lain

Walhi memandang putusan ini menjadi preseden baik karena jadi kasus korupsi sumber daya alam (SDA) pertama yang mengakui kerugian perekonomian negara. Sebab Walhi memantau selama ini kerugian perekonomian negara justru tidak diakui di perkara korupsi SDA. 

"Jadi preseden untuk ke depannya karena kasus Surya Darmadi nggak satu-satunya, ini semacam gunung es hanya 1 kasus yang kelihatan di publik padahal banyak kasus lain yang sama persis dengan kasus Surya Darmadi," ujar Uli. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement