Walhi mensinyalkan masifnya kasus korupsi SDA yang bisa diselidiki aparat penegak hukum. Dari data di KLHK, Walhi menyebut ada sejumlah SK yang isinya inventarisasi subjek hukum dalam kawasan hutan yang akan diampuni atau ikut mekanisme keterlanjuran sesuai UU Cipta Kerja. Dalih keterlanjuran ini sempat diajukan oleh Surya Darmadi meski akhirnya dipentalkan Majelis Hakim.
"Kenapa mereka (korporasi) sampai sekarang bisa beroperasi dalam kawasan hutan secara ilegal? Patut dicurigai korupsi dalam proses aman dan nyamannya perusahaan beraktivitas ilegal dalam kawasan hutan. Kami menuntut KPK dan jaksa usut kasus lain seperti Surya Darmadi," ujar Uli.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Sawit Watch, Achmad Surambo menganalisa memang ada indikasi pengampunan terhadap perusahaan yang beroperasi di kawasan hutan lewat UU Cipta Kerja. Padahal UU Cipta Kerja sudah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kasus ini ada dugaan sedang dalam proses pemutihan lewat UU Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK. Dimana lewat PP 24 tahun 2021, kasus ini diputihkan lewat denda adminitrasi," ujar Achmad.
Sawit Watch mengendus ketidakberesan antarinstansi Pemerintah dalam kasus Surya Darmadi. Sawit Watch mengkhawatirkan dampak pengampunan perusahaan terhadap pelaku kejahatan SDA yang masih menghirup udara bebas.
"Sepertinya pemerintah melakukan standar ganda dalam kasus ini. Satu sisi via kejaksaan sedang proses penegakan hukum, satu sisi di KLHK sedang proses pengampunan," ucap Achmad.
Surya Darmadi diketahui lolos dari tuntutan hukuman seumur hidup. Surya Darmadi juga dijatuhi hukuman denda Rp1 miliar. Surya Darmadi turut menghadapi kewajiban pembayaran uang pengganti Rp2,238 triliun dan kerugian perekonomian negara Rp39,751 triliun akibat kejahatan yang dilakukannya.
Dalam kasus ini, Surya Darmadi diputus melanggar Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.