Rabu 22 Feb 2023 12:55 WIB

Warga Gresik Keluhkan Lambatnya Evakuasi Banjir Akibat Jebolnya Tanggul

Perahu karet yang digunakan untuk mengevakuasi warga hanya satu unit.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Agus raharjo
Penampakan banjir di Perumahan Oma Indah Menganti, Desa Bringkang, Kecamatan Menganti, Gresik, Jawa Timur. Banjir terjadi akibat jebolnya Tanggul Mojosarirejo di Kecamatan Driyorejo, Gresik pada Selasa (21/2).
Foto: Republika/Dadang Kurnia
Penampakan banjir di Perumahan Oma Indah Menganti, Desa Bringkang, Kecamatan Menganti, Gresik, Jawa Timur. Banjir terjadi akibat jebolnya Tanggul Mojosarirejo di Kecamatan Driyorejo, Gresik pada Selasa (21/2).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Tingginya intensitas hujan mengakibatkan jembolnya Tanggul Mojosarirejo di Kecamatan Driyorejo, Kabupaten Gresik, Jawa Timur pada Selasa (21/2/2023) malam. Air luapan akibat jebolnya Tanggul Mojosarirejo mengakibatkan terjadinya banjir di tiga kecamatan.

Yakni Kecamatan Driyorejo, Kecamatan Kedamean, dan Kecamatan Menganti, Kabupaten Gresik. Salah satu warga terdampak banjir di Perumahan Oma Indah Menganti, Desa Bringkang, Kecamatan Menganti, Gresik, Dian Kurniawan (37 tahun) mengungkapkan, ketinggian air banjir di sana stinggi pinggang orang dewasa. Dian juga mengeluhkan keterbatasan alat yang membuat proses evakuasi berjalan lambat.

Baca Juga

"Mertua saya itu kan di blok E5, minta dievakuasi ke rumah saya yang ada di blok F10. Tapi gak ada alat. Ibu-ibu di group WA juga sama mereka mengeluh lantaran tak kunjung dievakuasi," ujarnya kepada Republika.co.id, Rabu (22/2/2023).

Dian mengungkapkan, perahu karet yang digunakan untuk mengevakuasi warga hanya satu unit. Padahal warga di sana banyak yang meminta dievakuasi ke rumah keluarga atau saudaranya yang lebih aman. Akibatnya, warga berinisiatif melajukan evakuasi dengan alat seadanya.

"Akhirnya mertua saya tadi dapatnya dievakuasi menggunakan gerobak. Perahu karet kan cuma satu dan permintaan evakuasi banyak, jadi susah koordinasinya," ujarnya.

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengatakan, terjadinya banjir ini memiliki kaitan antara sistem irigasi secara regional. Ia pun secara khusus meminta Kepala Dinas Pekerjaan Umum Sumber Daya Air (PU SDA) untuk segera berkoordinasi dengan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas dan BBWS Bengawan Solo.

"Ada dua tanggul di Blok D dan Blok E yang jebol karena intensitas air hujan melebihi kapasitas. Tapi hal ini juga harus dicek ulang dari kapasitas, kualitas, dan kekokohan tanggulnya, serta penampungannya. Juga sumber aliran luapan air harus ada asesmen baru supaya lebih komprehensif," kata Khofifah.

Khofifah merasa, banjir ini menjadi momentum untuk menyatukan asesmen dari BBWS Brantas dan BBWS Bengawan Solo, Pemkab Gresik, serta Pemprov Jatim. Ia mengajak semua pihak untuk melakukan evaluasi bersama. Sebab, kata dia, terkait penataan wilayah sungai tersebut ada kewenangan yang berbeda, yang secara reguler perlu disinkronkan.

"Memang sudah harus dilakukan asesmen kembali, supaya proses untuk bisa melakukan proteksi dan mitigasi itu semua bisa lebih terukur lebih baik," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement