Senin 20 Feb 2023 09:14 WIB

Independensi Jadi Kunci Pelaksanaan Jaminan Sosial yang Andal

Pemerintah jangan merusak independensi badan pengelola jaminan sosial.

Presiden Jokowi melakukan sidak pelayanan BPJS di RSUD Arifin Achmad, Pekanbaru, Riau.
Foto:

Tidak hanya itu, proses penyampaian laporan pengawasan penyelenggaraan Jaminan Sosial sebagai bagian dari laporan BPJS kepada Presiden harus melalui menteri Kesehatan untuk BPJS Kesehatan dan melalui Menteri Ketenagakerjaan untuk BPJS Ketenagakerjaan, dengan tembusan kepada DJSN. Ketentuan ini diatur di Pasal 22 ayat (2) huruf d RUU Kesehatan. 

Proses pemilihan Direksi dan Dewan Pengawas kedua BPJS pun dalam kendali Menteri Kesehatan dan Menteri Ketenagakerjaan, yang diberi kewenangan membentuk panitia seleksi bersama Menteri Keuangan atas persetujuan Presiden. Hal ini diatur dala Pasal 28 ayat (1) RUU Kesehatan.

Pada UU BPJS, Direksi dan Dewas BPJS bertanggungjawab langsung kepada Presiden. Dan Direksi maupun Dewas tidak bisa melaksanakan penugasan dari Menteri. BPJS berkewajiban melaporkan secara berkala enam bulan sekali langsung kepada Presiden, tanpa melalui menteri, dengan tembusan kepada DJSN.

photo
Warga mendaftarkan diri sebagai peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di halaman Kantor Cabang BPJS Kesehatan Kota Medan, Sumatera Utara, Rabu (4/1/2023). Pascakebakaran yang menimpa Kantor Cabang BPJS Medan pada Senin (2/1/2023) malam, layanan peserta BPJS Kesehatan sementara dipindahkan di halaman kantor cabang tersebut. - (ANTAR/Yudi)

Kedua BPJS mengelola dana masyarakat, bukan dana APBN/APBD, dan oleh karenanya pengelolaan dana masyarakat ini harus terhindar dari intervensi pihak lain seperti menteri. Kalau pun ada dana APBN dan APBD yang dibayarkan ke BPJS, itu merupakan kewajiban pemerintah pusat dan daerah untuk membayar iuran JKN bagi masyarakt miskin ke BPJS Kesehatan, kewajiban pemerintah membayar iuran JKN bagi PNS, TNI dan Polri sebagai Pemberi Kerja bagi PNS, TNI, dan Polri.

“Itu semua amanat UU SJSN kepada Pemerintah, termasuk pembayaran iuran Jaminan Kehilangan Pekerja  (JKP) kepada BPJS Ketenagakerjaan yang merupakan amanat UU Cipta Kerja,” kata Yatini.

Bila pengelolaan dana masyarakat dapat diintervensi oleh Menteri maka akan berpotensi merugikan masyarakat, karena dana untuk membayar manfaat jaminan sosial akan terganggu. Status Badan Hukum Publik bagi BPJS harus dimaknai sebagai bentuk independensi BPJS dalam mengelola jaminan sosal, yaitu bertanggungjawab langsung ke Presiden, bukan bertanggungjawab melalui Menteri.

INSP!R Indonesia yang merupakan koalisi berbagai organisasi masyarakat yang peduli pada pelaksanaan jaminan sosial menilai kehadiran RUU Kesehatan akan menurunkan kualitas pengelolaan jaminan sosial yang pada akhirnya akan menurunkan kualitas pelayanan dan manfaat jaminan sosial kepada rakyat Indonesia. Oleh karenanya INSP!R Indonesia meminta DPR RI dan Pemerintah mengurungkan niat untuk merevisi UU BPJS di RUU Kesehatan. INSP!R Indonesia menolak keinginan DPR dan Pemerintah merevisi UU BPJS di RUU Kesehatan. 

 

Yatini menjelaskan, INSP!R Indonesia meminta agar DPR RI dan Pemerintah fokus untuk meningkatkan manfaat dan layanan program jaminan sosial, dengan tetap memposisikan kedua BPJS bertanggungjawab langsung kepada Presiden, tanpa melalui Menteri.

photo
Penyerahan kartu peserta BPJS Ketenagakerjaan pada perwakilan atlit secara simbolis oleh Direktur Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan Zainudin di Kabupaten Bandung, Sabtu (28/2). - (Dok.Humas BPJS Ketenagakerjaan)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement