Senin 13 Feb 2023 13:19 WIB

Hakim Ungkap Omong Kosong Sambo Soal Perintah 'Hajar Chad'

Hakim melihat Sambo memiliki niatan untuk membunuh Brigadir J.

Terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat, Ferdy Sambo bersiap menjalani sidang pembacaan vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023). Majelis hakim dijadwalkan membacakan vonis Sambo dan Putri Candrawathi. Sebelumnya Sambo dituntut hukuman penjara seumur hidup, sementara Putri penjara delapan tahun.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat, Ferdy Sambo bersiap menjalani sidang pembacaan vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023). Majelis hakim dijadwalkan membacakan vonis Sambo dan Putri Candrawathi. Sebelumnya Sambo dituntut hukuman penjara seumur hidup, sementara Putri penjara delapan tahun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan meragukan klaim Ferdy Sambo yang mengaku tidak menyuruh Bharada Richarel Eliezer menembak, tapi hanya meminta menghajar Brigadir Yosua Hutabarat (Brigadir J). Hakim melihat Sambo memiliki niatan untuk membunuh Brigadir J. 

"Majelis hakim meragukan keterangan terdakwa yang hanya menyuruh saksi Richard Eliezer untuk memback-up atau perintah 'hajar chad' pada saat itu, karena menurut majelis hakim hal itu merupakan bantahan kosong belaka," ujar Hakim dalam sidang putusan, Senin (13/2/2022).  

Baca Juga

Menurut Hakim, jika sebagian niat dari terdakwa itu hanya memback-up saja, maka instruksi itu hanya cukup sampai di Ricky Rizal Wibowo. Sehingga terdakwa tidak perlu memanggil Bharada E. 

"Begitu Ricky Rizal tak sanggup menembak korban Yosua karena tidak kuat mental, akan tetapi karena tujuan terdakwa sejak semula adalah matinya Yosua, maka kemudian saksi Richard dipanggil untuk mewujudkan kehendak terdakwa yang ingin menghilangkan nyawa korban Yosua," ujar Hakim.

Sebelumnya Pengacara Sambo dan Putri, Febri Diansyah mengakui memang ada perintah yang disampaikan Ferdy Sambo kepada RE. Namun perintah tersebut, hanya berupa aksi untuk menghajar.

“Ada perintah FS pada saat itu yang dari berkas yang kami dapatkan itu perintahnya adalah ‘hajar Chad (RE)’. Namun yang terjadi adalah penembakan,” terang Febri.

Tim pengacara meyakini adanya kesalahan interpretasi yang dilakukan oleh RE, atas perintah Ferdy Sambo, dari ‘hajar’ menjadi ‘tembak’. 

Menurut Febri, atas fatalisme maksud perintah ‘hajar’ menjadi ‘tembak’ itu membuat Ferdy Sambo berusaha untuk melindungi RE dari jeratan hukum. Perlindungan tersebut, berupa pembuatan rekayasa, dan kronologis palsu tentang kematian Brigadir J. Dari pembunuhan menjadi tembak-menembak. “Skenario tembak-menembak yang tujuannya itu adalah untuk menyelamatkan RE,” kata Febri.

Karena, lanjut Febri, Ferdy Sambo setelah melihat RE menembak Brigadir J sampai mati, juga turut panik. Sehingga mengambil akal cepat untuk mengambil senjata milik Brigadir J lalu menembakkan pelurunya ke arah dinding, agar tampak seperti terjadi peristiwa tembak-menembak.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement