REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksana Tri Handoko, menjelaskan alasan proyek pesawat udara nirawak (PUNA) Elang Hitam dilakukan pemfokusan ulang dari yang sebelumnya untuk tujuan kombatan menjadi tujuan sipil atau untuk intelligence, surveillance, and reconnaissance (ISR).
Langkah itu ditempuh untuk menghindarkan terjadinya kesulitan dalam pembelian komponen yang diperlukan untuk melakukan riset. Apalagi, drone Elang Hitam masih dalam fase pengembangan.
"Ini kan riset lho ya, kita bukan bikin pesawat. Kita melakukan riset untuk membut desain dan sistem pesawat tanpa awak yang terbaik, termurah, teringan, dan seterusnya. Dalam proses riset, kita tidak boleh bawa yang namanya militer. Kata-kata militer itu haram," ujar Handoko kepada wartawan di kantor BRIN, Jakarta Pusat, Jumat (10/2/2023).
Handoko menjelaskan, ketika kata 'militer' sudah masuk maka dapat terkena safeguard atau tindakan pengamanan saat hendak membeli suatu komponen yang diperlukan untuk kepentingan riset dari luar negeri. Menurut dia, jika sudah diboikot, akses untuk mendapatkan komponen yang diperlukan akan tertutup.
Karena itu, pemfokusan ulang proyek tersebut menjadi untuk tujuan sipil dilakukan untuk menghindarkan hal yang menyulitkan terjadi pasa masa depan. Keputusan itu diambil bukan berarti BRIN tidak mendukung pengembangan drone untuk kepentingan militer, khususnya Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU).
"Apakah kita tidak mendukung TNI AU atau Pak Panglima? Ya tidak begitu, saya kan juga bilang ke Pak Prabowo tidak bisa begitu. Toh nanti teknologi kuncinya sama. Nanti kalau mau dibikin versi militernya, yaudah PTDI saja. Kita kasih gambarnya, PTDI suruh bikin. Tapi waktu riset ya jangan disebut-sebut militer dong," kata Handoko.
Saat ini, kata Handoko, proses pengembangan masih terus berlangsung di Pusat Riset Teknologi Penerbangan BRIN yang berada di Rumpin, Jawa Barat. Menurut dia, di Pusat Riset Teknologi Penerbangan BRIN ada periset eks Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).
"Kita masih membangun terus, justru makin besar. Kalau mau datang ke Rumpin di situ ada Pusat Riset Teknologi Penerbangan. Itu teman-teman yang eks BPPT, eks LAPAN, semua ada di situ. Isinya pesawat semua di situ," jelas Handoko.
Sebelumnya, Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Fadjar Prasetyo berharap agar BRIN dapat melanjutkan pengerjaan proyek drone Elang Hitam. Pesawat udara nirawak (PUNA) tersebut merupakan karya anak bangsa.
Sebagai informasi, proyek itu sempat disebutkan dihentikan secara sepihak oleh BRIN. Namun, BRIN membantah informasi tersebut dan menyampaikan bahwa pengerjaan drone Elang Hitam dialihkan dari tujuan sebelumnya untuk kombatan militer menjadi tujuan sipil.
"Harapan selalu ada (Elang Hitam dilanjutkan) karena itu produk kebanggaan," kata Fadjar usai membuka Seminar Nasional TNI AU bertema 'Tantangan TNI AU dalam Perkembangan Teknologi Elektronika Penerbangan' di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Selasa (8/11/2022).
Fadjar mengatakan, TNI AU selalu mendukung program pemerintah terkait proyek drone Elang Hitam. Bahkan, ia menyebut, pihaknya dan BRIN sudah sempat saling bertukar informasi mengenai proyek ini. Meski demikian, Fadjar tidak dapat memastikan bagaimana kelanjutan pengerjaan drone Elang Hitam. Sebab, hal itu bukan menjadi kewenangannya.