Senin 06 Feb 2023 17:22 WIB

Mengungkit Lagi Pernyataan Luhut Soal OTT Seusai Merosotnya Indeks Persepsi Korupsi RI

Menurut Mahfud, Presiden Jokowi menyinggung pernyataan Luhut soal OTT dalam rapat.

Hakim Agung Mahkamah Agung (MA) Sudrajad Dimyati (kiri) saat dihadirkan dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, KPK, Jakarta pada September 2023 lalu. Indeks Persepsi Korupsi Indonesia pada tahun ini melorot empat poin berdasarkan laporan Transparency International Indonesia (TII). (ilustrasi)
Foto:

Peneliti Pusat Kajian Anti-korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Zainal Arifin Mochtar menilai kemelorotan Indeks Persepsi Korupsi atau Corruption Perception Index (CPI) Indonesia pada 2022 adalah ketidakbecusan semua pihak. Data terbaru CPI dunia untuk Indonesia turun empat poin menjadi 34 dari sebelumnya 38 pada 2021.

"Poin kita memang sedang buruk, saya kira itu disebabkan karena ketidakbecusan negara secara keseluruhan, kita bicara soal Pemerintah, DPR, Mahkamah Agung, dan lembaga-lemabaga negara termasuk KPK," ujar Zainal ketika dihubungi Republika pada Rabu (1/2/2023).

"Sebenarnya itu tamparan yang harus dijawab dengan baik oleh kita semua," ujarnya menambahkan.

Menurut Zainal, penurunan CPI Indonesia ada di hampir semua bidang. Seperti ekonomi, demokrasi, aturan hukum dan penegakannya.

"Artinya di bagian-bagun itu semisal ekonomi, demokrasi, rule of law, perbaikan penegakan hukum itu buruknya semuanya menurun hanya ada beberapa yang naik, dan itu hanya beberpaa poin saja," ucap dia.

Zainal mengatakan, tidak ada langkah pragmatis untuk membasmi tingkat korupsi di Indonesia yang menjadi negara ke 110 dari 180 CPI dunia. Menurutnya, semua budang hsrus ditekan secara baik.

"Saya kira nggak ada langkah pragmatis. Semua harus ditekan secara baik dari demkokrasi harus diperbaiki, penegakan hukum harus dikuatkan, perbaikan aparat penegak hukum pelayanan publik semua harus dikerjakan, karena di semua angka itu kan kita berantakan," ujarnya.

"Perlu kerja bersama juga khususnya KPK," imbuhnya.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, dibutuhkan pembenahan sistem dan integritas untuk memperbaiki IPK Indonesia selanjutnya. Perbaikan itu juga tidak bisa dilakukan hanya dengan mengandalkan penindakan.

"Enggak cukup 'Pak ditangkapi, ditangkapi, ditangkapi', tapi sistemnya tidak ada pembenahan, komitmennya tidak ada pembenahan, integritasnya tidak ada pembenahan," ujarnya.

Menurut Ghufron, penangkapan para pelaku korupsi menunjukkan adanya sistem yang lemah. Oleh karena itu, dia menuturkan, harus ada perbaikan yang dilakukan untuk menutup celah korupsi dan diyakini mampu meningkatkan skor IPK Indonesia kedepannya.

"Yang terbaik adalah layanan negara bagi rakyat, kalau sudah hadir negara melayani kita, maka tidak korup," tutur Ghufron.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement