Jumat 03 Feb 2023 17:03 WIB

Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Merosot: KPK Berdalih, Pemerintah Risau

KPK menyebut pemberantasan korupsi menjadi tanggung jawab bersama.

Tersangka kasus korupsi dihadirkan KPK di hadapan media. Indeks Persepsi Korupsi Indonesia pada 2022 merosot berdasarkan laporan terbaru Transparency International Indonesia pekan ini. (ilustrasi)
Foto:

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai, penurunan skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada 2022 bukanlah semata kesalahan pihaknya. Namun, penilaian IPK itu menjadi tanggung jawab bersama seluruh pihak.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri mengatakan, penilaian IPK itu mencakup berbagai aspek yang dipengaruhi banyak variabel. Di antaranya, capaian kinerja dari berbagai institusi, termasuk KPK, serta aspek situasi politik, ekonomi maupun sosial masyarakat.

"Ini yang kemudian harus dipahami bersama, pengaruh-pengaruh dari penilaian mengenai IPK sehingga tentu pencapaian dari skor IPK dimaksud menjadi tanggung jawab sekaligus peran bersama, seluruh kita semua masyarakat elemen bangsa ini," kata Ali di Jakarta, Jumat (3/2/2023).

Selain itu, Ali menegaskan bahwa merosotnya skor IPK Indonesia tidak berkaitan dengan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang membuat sejumlah pegawai KPK dipecat. Dia menjelaskan, rentang waktu antara pelaksanaan TWK dan penilaian IPK tersebut cukup jauh. Sehingga tak memiliki korelasi.

"Tes Wawasan Kebangsaan dua tahun yang lalu, IPK ini tahun 2022," ujarnya.

Oleh karena itu, sambung dia, KPK telah berulangkali mendorong perlu adanya penguatan dan kerja sama secara kolaboratif dengan berbagai pihak terkait lainnya. Terutama untuk menurunkan tingkat korupsi di Indonesia.

Ali menyebut, strategi pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK, yakni terdiri dari aspek pencegahan, pendidikan antikorupsi, dan penindakan. Misalnya, jelas dia, dari segi pencegaham rasuah, pihaknya mengidentifikasi berbagai kajian, monitoring dan kemudian merekomendasikan berbagai temuan dari celah-celah rawan terjadinya korupsi.

"Ini menjadi tanggung jawab dan peran bersama untuk terus bersinergi dan berkolaborasi dalam upaya-upaya berikhtiar untuk menurunkan angka korupsi," tegas dia.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, dibutuhkan pembenahan sistem dan integritas untuk memperbaiki IPK Indonesia selanjutnya. Perbaikan itu juga tidak bisa dilakukan hanya dengan mengandalkan penindakan.

"Enggak cukup 'Pak ditangkapi, ditangkapi, ditangkapi', tapi sistemnya tidak ada pembenahan, komitmennya tidak ada pembenahan, integritasnya tidak ada pembenahan," ujarnya.

Menurut Ghufron, penangkapan para pelaku korupsi menunjukkan adanya sistem yang lemah. Oleh karena itu, dia menuturkan, harus ada perbaikan yang dilakukan untuk menutup celah korupsi dan diyakini mampu meningkatkan skor IPK Indonesia kedepannya.

"Yang terbaik adalah layanan negara bagi rakyat, kalau sudah hadir negara melayani kita, maka tidak korup," tutur Ghufron.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) RI Mahfud MD mengatakan, penurunan indeks persepsi korupsi Indonesia pada 2022 menjadi kerisauan pemerintah.

"Salah satu hal yang dalam tiga hari ini menjadi kerisauan kami pemerintah yang mengurusi penegakan hukum dan pemberantasan korupsi pada tahun 2022 indeks persepsi korupsi kita menurut Transparansi Internasional turun dari 38 jadi 34," kata Mahfud MD seusai mengunjungi Panti Asuhan Bina Siwi di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat.

Menurut dia, penurunan indeks persepsi korupsi Indonesia tersebut merupakan satu keprihatinan karena pemerintah dahulu melakukan reformasi itu saat indeks persepsi korupsi di angka 20 pada 1999. Namun, kemudian setiap tahun naik dan mencapai puncaknya pada 2019 itu 39.

 

"Kemudian turun 38, lalu tetap bertahan di 38, dan sekarang turun menjadi 34. Indeks persepsi korupsi artinya persepsi masyarakat internasional tentang seberapa besar skor korupsi di Indonesia, berarti kalau dari interval 0-100 kita ada di angka 34," katanya.

Mahfud mengatakan, bahwa penurunan indeks persepsi korupsi ini yang tertinggi. Sebab, selama pemerintahan reformasi indeksnya naik terus, termasuk era Presiden Jokowi naik secara konsisten, namun tiba-tiba turun.

"Apakah korupsi makin banyak? Bisa ya karena buktinya kita menangkap orang, OTT (operasi tangkap tangan). Tapi sebenarnya kalau peningkatan korupsi itu sendiri yaitu normal, seperti itu terus sejak dahulu," katanya.

Peneliti Pusat Kajian Anti-korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Zainal Arifin Mochtar menilai kemelorotan Indeks Persepsi Korupsi Indonesia pada 2022 karena ketidakbecusan semua pihak.

"Poin kita memang sedang buruk, saya kira itu disebabkan karena ketidakbecusan negara secara keseluruhan, kita bicara soal Pemerintah, DPR, Mahkamah Agung, dan lembaga-lemabaga negara termasuk KPK,\" ujar Zainal ketika dihubungi Republika pada Rabu (1/2/2023).

"Sebenarnya itu tamparan yang harus dijawab dengan baik oleh kita semua," ujarnya menambahkan.

Menurut Zainal, penurunan IPK Indonesia ada di hampir semua bidang. Seperti ekonomi, demokrasi, aturan hukum dan penegakannya.

"Artinya di bagian-bagun itu semisal ekonomi, demokrasi, rule of law, perbaikan penegakan hukum itu buruknya semuanya menurun hanya ada beberapa yang naik, dan itu hanya beberapa poin saja," ucap dia.

"Saya kira nggak ada langkah pragmatis. Semua harus ditekan secara baik dari demokrasi harus diperbaiki, penegakan hukum harus dikuatkan, perbaikan aparat penegak hukum pelayanan publik semua harus dikerjakan, karena di semua angka itu kan kita berantakan," ujarnya, menambahkan.

 

photo
Kemenpan-RB cabut predikat Wilayah Bebas dari Korupsi empat unit kerja instansi pemerintah. - (Republika)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement