REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur nonaktif Papua, Lukas Enembe disebut mengirimkan surat kepada Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri untuk menagih janji. Menanggapi informasi ini, Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango menilai, hal tersebut harusnya menjadi pengingat agar seseorang tidak boleh bekerja sendirian.
"Harusnya ini jadi peringatan bagi kami untuk menghindari style (gaya) kerja yang cenderung one man show," kata Nawawi saat dikonfirmasi, Kamis (2/2/2023).
Nawawi menyebut, hanya mantan Deputi Penindakan KPK tersebut yang mengetahui janjinya kepada Lukas. "Pak Firli aja yang tahu apa janji yang dibisikkan ke tersangka," ujarnya.
Nawawi pun mengingatkan para penyidik KPK agar tetap fokus mengusut kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat Lukas Enembe. Mereka tidak boleh terpengaruh dengan berbagai macam isu yang dilontarkan dari kubu Lukas Enembe.
"Penyidik tak perlu terpengaruh dengan hal semacam itu," tegasnya.
Sebelumnya, kuasa hukum Lukas Enembe mengatakan pihaknya telah mengirimkan surat dari kliennya yang ditujukan kepada Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri untuk menagih janji.
"Pak Lukas kirim surat pribadi ke Pak Firli karena Pak Lukas minta janji Pak Firli di Papua," kata kuasa hukum Lukas Enembe, Petrus Bala Pattyona, saat dikonfirmasi, Rabu (1/2/2023).
Saat ditanya soal isi surat tersebut Petrus enggan menjelaskan lebih lanjut, namun dia menyebut surat itu berisi soal Lukas yang menagih janji Firli Bahuri. "Iya, intinya 'saya menagih janji Bapak waktu bicara dengan saya'," ujarnya.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri belum memberikan keterangan soal tersebut seraya mengatakan pihaknya akan mengecek terlebih dahulu soal surat tersebut. "Kami akan cek dulu di persuratan KPK," ujar Ali Fikri saat dikonfirmasi, Rabu.
Lukas ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi pengerjaan sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Papua. Dia diduga menerima uang dari Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka agar perusahaannya mendapatkan sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Papua.
Padahal perusahaan milik Rijatono tidak memiliki pengalaman dalam bidang konstruksi lantaran sebelumnya bergerak pada bidang farmasi. Selain Lukas, Rijatono juga diduga menemui sejumlah pejabat di Pemprov Papua terkait proyek tersebut. Mereka diduga melakukan kesepakatan berupa pemberian fee sebesar 14 persen dari nilai kontrak setelah dikurangi nilai PPh dan PPN.
Setelah terpilih untuk mengerjakan sejumlah proyek, Rijatono diduga menyerahkan uang kepada Lukas Enembe dengan jumlah sekitar Rp 1 miliar. Di samping itu, Lukas Enembe juga diduga telah menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya hingga jumlahnya miliaran rupiah. KPK pun sedang mendalami dugaan ini.