REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bambang Noroyono, Fauziah Mursid
Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan bahwa Menteri Komunikasi dan Informatika Jhonny Gerard Plate adalah kuasa pengguna anggara (KPA) proyek pembangunan dan penyediaan infrastruktur BTS 4G Bakti Kemenkominfo senilai Rp 10 triliun. Tetapi, mengapa penyidik hingga kini belum melayangkan panggilan dan meminta keterangan Jhonny?
“Kalau untuk pemeriksaan menteri, itu belum. Tetapi untuk keperluan penyidik membuat terang kasus ini, siapapun pihak yang mengetahui, dan bertanggung jawab, nantinya akan tetap kita periksa,” kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Febrie Adriansyah saat ditemui Republika di Gedung Pidana Khusus (Pidsus), Kejagung, di Jakarta, Rabu (1/2/2023).
Febrie memastikan, untuk kebutuhan penyidikan tetap akan melakukan pemeriksaan terhadap KPA proyek senilai Rp 10 triliun itu. Kasubdit Penyidikan Jampidsus Haryoko Ari Prabowo menambahkan, timnya memastikan total anggaran pembangunan dan penyediaan infrastruktur BTS 4G BAKTI Kemenkominfo senilai Rp 10 triliun.
Anggaran tersebut, kata Prabowo, sudah dicairkan 100 persen. Dalam perjalanannya, kata Probowo, proyek tersebut ada yang fiktif, ada yang tak selesai, pun ada yang tak sesuai dengan spesifikasi karena adanya mark-up.
“KPA-nya itu menteri. Kalau itu sudah umum. BAKTI itu kan hanya BLU (Badan Layanan Umum) di bawah Menkominfo,” kata Prabowo menambahkan.
Tetapi kata dia, timnya memang belum dapat melakukan pemeriksaan terhadap menteri. Karena dikatakan dia, timnya masih mengumpulkan alat-alat bukti di para pejabat lain.
Sementara penyidikan selama ini, sudah menetapkan empat tersangka, dan melakukan penahanan. Galumbang Menak Simanjuntak (GMS) ditetapkan tersangka selaku Direktur PT Moratelematika Indonesia. Anang Acmad Latief (AAL) ditetapkan tersangka selaku Direktur Utama BAKTI Kemenkominfo.
Yohan Suryato (YS) ditetapkan tersangka selaku Tenaga Ahli Human Development Universitas Indonesia (HUDEV UI). Mukti Ali (MA) ditetapkan tersangka dari pihak PT Huwaei Technology Investment (HWI).
Para tersangka tersebut dijerat dengan sangkaan Pasal Pasal 2 ayat (1), dan Pasal 3 junto Pasal 18 UU 20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Keempat tersangka tersebut, pun berpotensi dijerat dengan sangkaan TPPU.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kuntadi pernah menerangkan, AAL selaku Dirut BAKTI sengaja mengeluarkan aturan yang sudah disepakati untuk menutup peluang pihak-pihak tertentu dalam proses pelelangan pengadaan proyek BTS 4 G BAKTI. “Sehingga aturan tersebut memberikan celah bagi vendor-vendor tertentu untuk mendapatkan proyek tersebut. Dan membuat persaingan yang tidak kompetitif dalam penawaran,” ujar Kuntadi.
Dalam pembuatan aturan tersebut, Kuntadi menerangkan, hasil penyidikan juga menemukan adanya mark-up atau penggelembungan harga komponen. Sehingga terjadi kerugian negara yang ditaksir senilai Rp 1 triliun.
Tersangka GMS, disebutkan turut serta memberikan masukan dalam pembuatan aturan-aturan tersebut. “Sehingga diketahui adanya beberapa hal yang hanya menguntungkan vendor atau konsorsium serta perusahaan milik yang bersangkutan,” terang Kuntadi.
Adapun tersangka YS, kata Kuntadi, terbukti dalam penyidikan melakukan tindakan melawan hukum dengan memanfaatkan Lembaga HUDEV UI untuk membuat kajian teknis. Namun diketahui dalam penyidikan, kajian teknis tersebut dalam rangka untuk memuluskan kepentingan tersangka AAL dalam menerbitkan aturan-aturan internal dalam proyek pengadaan proyek BTS 4 G Kemenkominfo. Sementara tersangka MA, kata Kuntadi, bersama-sama dengan tersangka AAL membuat aturan-aturan sepihak tersebut.