Selasa 31 Jan 2023 16:44 WIB

Ada Pendapat Berbeda Hakim MK di Putusan Tolak Pernikahan Beda Agama

MK hari ini menolak permohonan uji materi UU Perkawinan dari seorang pemuda Papua.

Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kedua kiri) memimpin jalannya sidang pengujian materiil UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dengan agenda pembacaan amar putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (31/1/2023). Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi dalam amar putusannya menolak permohonan uji materiil Pasal 2 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terkait pernikahan beda agama yang diajukan pemohon Ramos Petege, seorang Katolik yang hendak menikahi seorang perempuan beragama Islam.
Foto: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kedua kiri) memimpin jalannya sidang pengujian materiil UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dengan agenda pembacaan amar putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (31/1/2023). Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi dalam amar putusannya menolak permohonan uji materiil Pasal 2 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terkait pernikahan beda agama yang diajukan pemohon Ramos Petege, seorang Katolik yang hendak menikahi seorang perempuan beragama Islam.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizky Suryarandika, Mabruroh, Antara

Seorang pemeluk Katolik asal Kampung Gabaikunu, Mapia Tengah, Provinsi Papua, Ramos Petege yang tak bisa menikahi perempuan beragama Islam secara resmi mengajukan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pada hari ini, MK memutuskan menolak gugatan yang dimohonkan oleh Ramos Petege. 

Baca Juga

Dalam konklusi putusannya, MK menegaskan pokok permohonan soal nikah beda agama tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya. 

"Mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan tersebut, Selasa (31/1/2023). 

Dalam pertimbangannya, Hakim MK Wahiduddin Adams menyampaikan MK tidak menemukan adanya perubahan keadaan dan kondisi terkait persoalan konstitusionalitas keabsahan dan pencatatan perkawinan. Sehingga, tidak terdapat urgensi bagi MK untuk bergeser dari pendirian MK terkait hal ini sesuai putusan-putusan sebelumnya. 

"MK tetap pada pendiriannya terhadap konstitusionalitas perkawinan yang sah adalah yang dilakukan menurut agama dan kepercayaannya serta setiap perkawinan harus tercatat sesuai dengan peraturan perundang-undangan," ujar Wahiduddin. 

Wahiduddin menegaskan pertimbangan ini diambil setelah MK menyimak keterangan para pihak, ahli, saksi dan mencermati fakta persidangan. "Dengan demikian, dalil pemohon berkenan dengan pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) serta pasal 8 huruf f UU 1/1974 adalah tidak beralasan menurut hukum," ucap Wahiduddin. 

Wahiduddin menegaskan permohonan pemohon mengenai norma pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) serta pasal 8 huruf f UU 1/1974 ternyata tidak bertentangan diantaranya dengan prinsip jaminan hak memeluk agama dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya, hak untuk hidup dan bebas dari perlakuan diskriminatif, hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan. 

"Ini sebagaimana dijamin oleh pasal 29 ayat 1 dan ayat 2, Pasal 28E ayat 1 dan ayat 2, Pasal 27 ayat 1, Pasal 28I ayat 1 dan ayat 2, Pasal 28B ayat 1 serta Pasal 28D ayat 1 UUD1945," ucap Wahiduddin. 

 

 

Hakim MK Prof Enny Nurbaningsih mengatakan, hak asasi manusia merupakan hak yang diakui Indonesia yang kemudian tertuang dalam UUD 1945 sebagai hak konstitusionalitas warga negara. Meskipun demikian, hak asasi manusia berlaku di Indonesia haruslah sejalan dengan falsafah ideologi Indonesia yang berdasarkan pada Pancasila sebagai identitas bangsa.

In Picture: MK Tolak Legalkan Pernikahan Beda Agama

photo
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (tengah) bersiap memimpin jalannya sidang pengujian materiil UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dengan agenda pembacaan amar putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (31/1/2023). Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi dalam amar putusannya menolak permohonan uji materiil Pasal 2 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terkait pernikahan beda agama yang diajukan pemohon Ramos Petege, seorang Katolik yang hendak menikahi seorang perempuan beragama Islam. - (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement