REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Ma'ruf Amin menegaskan perkawinan anak di bawah umur tidak maslahat. Sebab, tidak baik dari segi kesehatan mulai ancaman kematian ibu dan anak, anak stunting hingga masalah sosial yakni menambah angka kemiskinan.
Berdasarkan data Badan Peradilan Agama (Badilag), permohonan dispensasi nikah atau kawin anak pada tahun 2022 ada kurang lebih 50 ribu permohonan di Indonesia. Provinsi Jawa Timur pun menjadi provinsi dengan angka perkawinan anak paling tinggi, yaitu 10,44 persen lebih tinggi dari angka rata-rata nasional.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Femmy Eka Kartika Putri mengatakan, Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu penyumbang angka perkawinan anak terbesar di Indonesia hingga menyebabkan dispensasi perkawinan.
"Angka permohonan dispensasi perkawinan anak di Provinsi Jawa Timur merupakan yang tertinggi se-Indonesia, yaitu sebanyak 15.337 kasus atau 29,4 persen kasus nasional," kata Femmy dikutip dari website Kemenko PMK, Kamis (26/1/2023).
Femmy menyebut perkawinan anak merupakan suatu masalah yang besar bagi anak muda di Indonesia sebagai penerus bangsa. Maraknya perkawinan anak ini akan menimbulkan polemik baru yaitu kemiskinan bagi Indonesia. Bahkan hal ini dapat menimbulkan angka kemiskinan ekstrem yang baru.
“Jika mereka (anak muda) tidak diberikan edukasi dan sosialisasi yang baik tentang pendidikan perkawinan anak akan menimbulkan kemiskinan ekstrem,” ujar Femmy.
Dia juga menyoroti tingginya dispensasi nikah bagi mereka yang ingin menikah namun belum mencukupi batas usia untuk menikah yang telah ditetapkan oleh pemerintah. sehingga orang tua bagi anak yang belum cukup umurnya tersebut bisa mengajukan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama melalui proses persidangan terlebih dahulu agar mendapatkan izin dispensasi perkawinan.
Faktor utama terjadinya dispensasi kawin yaitu seperti kurangnya sosialisasi mengenai pendidikan perkawinan anak kepada anak, orang tua, dan masyarakat setempat. Selain itu, kurangnya pengawasan dari orang tua serta faktor ekonomi juga menjadi faktor penyebab tingginya dispensasi kawin.
“Fenomena dispensasi kawin ini tentu saja cukup mengkhawatirkan. Tak hanya dari segi sosial, kondisi itu juga rawan menimbulkan efek negatif lanjutan. Salah satunya potensi meningkatnya kasus stunting," ujar Femmy.
Dispensasi kawin ini, lanjutnya, dapat diputuskan jika dalam keadaan mendesak. Namun, hal tersebut dapat dilakukan dengan bukti-bukti yang kuat seperti surat-surat pendukung.
Tidak hanya angka dispensasi kawin saja yang tinggi, namun angka perkawinan anak yang tidak tercatat pun di wilayah lain tergolong tinggi. Pernikahan tidak tercatat ini secara terpaksa harus diberikan dispensisasi kawin agar status dari anak tersebut tercatat dan mendapatkan bimbingan mengenai perkawinan.
Untuk itu, Pengawasan dari orang tua, masyarakat, dan pemerintah daerah juga diperlukan agar anak muda saat ini tetap dalam pengawasan untuk mencegah terjadinya perkawinan anak. Femmy mengharapkan agar anak-anak muda dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang positif untuk mengasah minat dan bakat mereka.
"Peningkatan kualitas sumber daya manusia pun diharapkan dapat mengurangi angka perkawinan muda di Indonesia, sehingga para orang tua juga dapat memanfaatkan fasilitas pendidikan yang telah diberikan oleh pemerintah dan tidak putus sekolah," katanya.