Kamis 26 Jan 2023 07:14 WIB

Mengapa Partai-Partai Islam Sulit Bersatu di Pemilu?

Partai-partai Islam memilih koalisinya sendiri-sendiri dengan partai nasionalis lain.

Ilustrasi Partai Islam
Foto: infografis republika
Ilustrasi Partai Islam

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Wahyu Suryana

Sampai hari ini, hampir tidak terlihat, bahkan terdengar koalisi yang didengungkan partai-partai Islam untuk Pilpres 2024. Walau koalisi-koalisi mulai terbentuk, kebanyakan merupakan koalisi partai religius dan partai nasionalis.

Baca Juga

Pengamat komunikasi politik, Jamiluddin Ritonga mengatakan, sejarah menunjukkan partai-partai Islam di Indonesia memang sulit bergabung, sulit berkoalisi. Hal itu yang menyebabkan gaung koalisi partai-partai Islam menjadi sulit terwujud.

Kemudian, ia melihat, ini terkait pula dari sulitnya partai-partai Islam jika mereka berkoalisi untuk memenangi pemilihan umum, terutama pemilihan presiden. Umumnya, pemenang pilpres merupakan koalisi partai nasionalis dan religius.

"Melihat sejarah itu, untuk 2024 ini partai-partai Islam mungkin berpikir panjang untuk berkoalisi," kata Jamiluddin kepada Republika, Rabu (25/1/2023).

Selain koalisi yang belum ada, sosok-sosok dari partai Islam yang memiliki elektabilitas tinggi belum pula ada. Per hari ini, Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar, satu-satunya yang cukup percaya diri mendeklarasi maju di Pilpres.

Meski begitu, harus diakui elektabilitas Gus Imin sampai saat ini masih belum terlalu tinggi. Bahkan, dalam banyak hasil-hasil survei, Muhaimin lebih banyak dimasukkan dalam kategori calon wakil presiden, bukan sebagai calon presiden.

Pengajar Universitas Esa Unggul ini menilai, walaupun Gus Imin berani deklarasi, PKB tidak berani mengajak partai-partai Islam lain berkoalisi. PKB, justru sudah mendeklarasikan koalisi bersama Partai Gerindra yang notabene partai nasionalis.

Padahal, ia melihat, kalau partai-partai seperti PKB, PKS, PPP ditambah PAN bisa berkoalisi sudah cukup menggambarkan kelompok-kelompok Islam di Indonesia. Tapi, terlihat mereka memang tidak berpikir potensi untuk bisa menang jika berkoalisi.

"Karena itu, mereka lebih berpikir dan berupaya berkoalisi dengan partai nasionalis," ujar Jamiluddin. 

Kondisi yang hampir serupa terjadi Partai Amanat Nasional (PAN) yang sebagian tokoh-tokoh dan kader-kader mereka terpecah membentuk Partai Ummat. Padahal, Jamiluddin menekankan, basis mereka sebenarnya sama-sama dari Muhammadiyah.

Bahkan, kondisi itu menimpa pula Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang umumnya mampu menggaet umat Islam perkotaan. Tapi, beberapa tahun terakhir mengalami pula kondisi perpecahan dan ada sebagian yang merapat membentuk Partai Gelora.

"Saya melihat, suka tidak suka mereka mungkin lebih cocok dikatakan ego mereka yang lebih kuat daripada mengedepankan kepentingan umat," ujar Jamiluddin.

Sebab, ia menambahkan, kalau mereka mengedepankan kepentingan umat, seharusnya ego mereka masing-masing bisa dikurangi dan diminimalkan. Sehingga, tidak akan sulit mereka bergabung atau berkoalisi menghadapi Pilpres 2024 mendatang.

 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement