Sabtu 21 Jan 2023 11:30 WIB

Curhat Kades: Enam Tahun Menjabat, Dua Tahun Sibuk Rukunkan Warga

Agenda merukunkan warga ini dinilai menghambat proses pembangunan.

Rep: S Bowo Pribadi/ Red: Teguh Firmansyah
Sejumlah kepala desa dari berbagai daerah mealakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (17/1/2023). Dalam aksinya mereka menuntut pemerintah dan DPR merevisi aturan masa jabatan kepala desa dari 6 tahun menjadi 9 tahun per periode.
Foto: Republika/Prayogi.
Sejumlah kepala desa dari berbagai daerah mealakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (17/1/2023). Dalam aksinya mereka menuntut pemerintah dan DPR merevisi aturan masa jabatan kepala desa dari 6 tahun menjadi 9 tahun per periode.

REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN—Tuntutan perpanjangan masa jabatan kepala desa (kades) --dari enam tahun menjadi Sembilan tahun—seperti aspirasi Kades Indonesia Bersatu (KIB) di gedung parlemen disebut sebagai keinginan yang realistis.

Hal ini diungkapkan Kades Kemetul, Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Agus Sudibyo yang dikonfirmasi perihal alasan serta dasar pemikiran atas aspirasi tersebut, di Ungaran, Kabupaten Semarang, Jumat (20/1).

Baca Juga

Menurutnya, masa jabatan kades seperti yang diatur dalam UU No 6 Thun 2014 tentang Desa memang enam tahun. Namun begitu, jelasnya, perlu dipahami bahwa karakteristik dan dinamika masyarakat di pedesaan sangat spesifik, berkaitan dengan kontestasi pemilihan pemimpin desa atau kepala desa.

Jika calonnya tunggal, kata ia, tidak ada persoalan. Namun akan berbeda jika calonnya lebih dari satu. “Kami berpikir, dengan masa jabatan enam tahun ini (kalau rivalitasnya sangat tajam) hingga dua tahun setelah pelantikan pun –umumnya kades terpilih-- masih akan disibukkan oleh kegiatan untuk merukunkan warganya,’ jelas Agus.

Kalau kemudian waktunya habis hanya untuk mengurus warga sehingga akan menghambat proses- proses pembangunan desa. “Kami memang menghindari hal itu, karena pilkades di desa itu gesekannya sangat kuat sekali,” tegasnya.

Selain itu, lanjut Agus, dengan masa jabatan sembilan tahun, tentu akan menghemat anggaran negara, karena penyelenggaraan pilkades ini dianggarkan atau dibiayai oleh negara menggunakan uang rakyat.

Tidak seperti dulu yang biaya pencalonan itu ‘diangkat’ oleh masing- masing calon. Artinya, beban keuangan daerah juga akan semakin berkurang dari pos anggaran untuk membiayaai pelaksanaan pilkades.

“Di luar ini juga masih ada sejumlah pasal --yang menurut kami juga harus direvisi sesuai dengan apa yang sudah diampaikan oleh Ketua Umum KIB,” tandas  Ketua ‘Hamong Projo’ atau Paguyuban Kades se-Kabupaten Semarang ini.

Dari DPR RI juga telah ada jawaban dan intinya apa yang menjadi aspirasi serta harapan teman- teman kades bakal ditindaklanjuti. “DPR RI bahkan juga memberikan respon aspirasi ini bakal dimasukkan dalam prolegnas prioritas tahun 2023 ini,” lanjut Agus.

Ia juga menyampaikan, tuntutan revisi pada beberapa pasal Undang Undang Desa ini untuk emngembalikan ruh UU itu sendiri dan juga untuk kedaulatan Desa. “Kalau Desa Berdaulat, maka masyarakat akan sejahtera dan tentnya Indonesia akan kuat,” tandasnya.

Seperti diketahui, ribuan kades yang tergabung dalam KIB telah mendatangi gedung kompleks DPR dan MPR RI di Senayan, Jakarta untuk menyampaikn aspirasi Revisi UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa masuk dalam prioritas prolegnastahun 2023.// n bowo pribadi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement