Kamis 19 Jan 2023 15:52 WIB

Perpanjangan Jabatan Kepala Desa 9 Tahun, Akademisi: Tampak Nafsu Berkuasa

Keinginan perpanjangan itu dinilai menabrak semangat otonomi desa.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Teguh Firmansyah
Sejumlah kepala desa dari berbagai daerah mealakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (17/1/2023). Dalam aksinya mereka menuntut pemerintah dan DPR merevisi aturan masa jabatan kepala desa dari 6 tahun menjadi 9 tahun per periode.
Foto: Republika/Prayogi.
Sejumlah kepala desa dari berbagai daerah mealakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (17/1/2023). Dalam aksinya mereka menuntut pemerintah dan DPR merevisi aturan masa jabatan kepala desa dari 6 tahun menjadi 9 tahun per periode.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Program Studi Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga, Gugun El Guyanie, menanggapi tuntutan kades-kades yang menginginkan perpanjangan masa jabatan 9 tahun selama tiga periode. Ia memberikan beberapa catatan penting.

Menurutnya, keinginan itu menabrak semangat otonomi desa. Pasalnya, dalam rangka mendidik masyarakat desa dan lembaga-lembaga adat yang memang penuh kearifan lokal, justru harus dimulai dengan limitasi jabatan kepala desa.

Baca Juga

Tanpa ada pembatasan, kelembagaan desa akan digilas punah oleh tren perkembangan demokrasi. Lalu, penafsiran dinamis dan terbuka atas demokrasi Pancasila.

Karena itu, kata ia, debat soal berapa tahun berapa periode dalam jabatan kepala desa terkesan pragmatis. "Tampak nafsu berkuasa tanpa batas melupakan filosofi Pancasila yang mensyaratkan nilai-nilai kepemimpinan yang penuh hikmah, kebijaksanaan (wisdom), musyawarah (syuro), keterwakilan," kata Gugun kepada Republika, Kamis (19/1).

Ia menuturkan, desa dan struktur masyarakatnya itu memiliki otonomi yang asli. Artinya, desa dan struktur masyarakat di Indonesia memiliki asal usul berdaulat dan tulus, sebelum lembaga-lembaga demokrasi modern pasca kemerdekaan lahir.

Untuk itu, Gugun menegaskan, usulan untuk penambahan masa jabatan kepada-kepada desa sudah seharusnya dipertimbangkan secara holistik dari sangat banyak aspek. Mulai dari aspek historis, aspek filosofis sampai aspek konstitusionalnya.

Terlebih, ia mengingatkan, usulan ini datang pada saat menjelang wakil-wakil rakyat di Senayan sedang butuh simpatik dukungan dari lurah atau kades. Yang mana, dianggap bisa menjadi pendulang suara parpol dalam Pemilu 2024 mendatang.

"Jangan ada transaksi politik atau barter kepentingan yang membunuh masa depan desa," ujar Gugun.

Sebelumnya, perangkat-perangkat desa menggelar aksi unjuk rasa secara nasional, termasuk di depan Gedung DPR RI Jakarta, Selasa (17/1). Mereka menuntut agar dilakukan revisi terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Beberapa tuntutan dalam revisi UU Desa itu antara lain terkait masa jabatan kepada desa yang diinginkan sembilan tahun selama tiga periode. Kemudian, soal moratorium pemilihan kepala desa, pejabat pelaksana dan persoalan dana desa.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement