REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Jalan Margonda Raya beberapa pekan terakhir terlihat lebih fresh dengan tampilan jalur pedestrian yang baru selesai direvitalisasi. Pembenahan di sepanjang Jalan Margonda Raya itu menjadi program Pemerintah Kota Depok agar jalur pedestrian di kota tersebut lebih ramah pejalan kaki, tetapi tidak ramah untuk juru parkir yang biasa mencari penghasilan dari memarkirkan kendaraan di bahu jalan.
Roy salah satu yang menentang program pembenahan jalur pedestrian di Jalan Margonda tersebut. Warga Depok ini berpendapat, untuk kemacetan bukan dengan membangun trotoar tetapi dengan memperlebar jalan saja.
Pendapat Roy bukan tanpa alasan. Saat ditemui Republika, Roy yang berprofesi sebagai juru parkir di salah satu ruko di Jalan Margonda itu mengaku resah karena selama ini dia menjadikan bahu jalan sebagai parkir kendaraan pengunjung ruko. Praktik ini Roy lakukan sebelum ada pelebaran jalur pedestrian.
Roy mengaku mendapatkan pendapat yang tidak sedikit sebagai juru parkir. Meski dia mengakui ada risiko besar yang mengintai. "Ya untuk penghasilan sebelum adanya proyek ini bisa mencapai Rp 600 ribu per 12 jam tapi resiko juga besar, bisa saja pihak berwenang lewat motor pengunjung diangkut," kata Roy.
Program pembenahan jalur pedestrian itu membuat Roy dan kawan-kawan seprofesinya tidak bisa lagi menggunakan bahu jalan sebagai tempat memarkirkan kendaraan. Karena itu, Roy mengaku pendapatannya menurun drastis.
"Tapi sekarang kami sudah tidak bisa menggunakan bahu jalan lagi, walaupun luas pihak berwenang sudah memberi peringatan keras. Mau enggak mau ya saya harus turutin walaupun penghasilan menurun drastis ya kisaran Rp 200 ribu per 12 jam," ujar Roy.
Praktik memarkirkan kendaraan di bahu jalan memang menguntungkan Roy dan kawan seprofesinya. Tetapi, pratik parkir liar itu merugikan pengguna jalan. Alasannya kendaraan yang diparkirkan di bahu jalan menyebabkan kemacetan di Jalan Margonda.
Tak hanya soal parkir liar, Riko juga menyoroti pembangunan jalur pedestrian di sepanjang Jalan Margonda. Menurut dia, cara mengatasi kemacetan bukan dengan membangun trotoar. "Saya kurang paham untuk proyek tersebut. Mungkin di sini saya memahaminya ajakan untuk para masyarakat menggunakan trotoar, tetapi tidak semudah itu karena masyarakat lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi," kata Riko.
Ia bercerita, ketika proyek pembangunan jalur pedestrian tersebut dalam proses sempat turun hujan y ang membuat Jalan Margonda terendam air. "Itu sangat menjadi kendala karena saluran yang biasanya menyalurankan air tertutup oleh proyek (jalur pedestrian)," ujar Riko.