REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan direktur jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan) Hasanuddin Ibrahim divonis 5,5 tahun penjara dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat pada Rabu (18/1/2023). Hasanuddin terjerat kasus korupsi pengadaan pembasmi hama yang merugikan keuangan negara Rp 12,947 miliar.
Majelis hakim memutuskan Hasanuddin terbukti bersalah dalam kasus korupsi sebagaimana dituntut oleh Jaksa KPK.
"Menyatakan terdakwa Hasanuddin Ibrahim terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana didakwakan dalam dakwaan alternatif," kata Hakim Ketua IG Eko Purwanto, Rabu (18/1/2023).
Selain hukuman penjara, Hasanuddin menghadapi hukuman denda senilai ratusan juta rupiah. Jika tak dibayarkan, ada pidana kurungan yang harus ditebusnya.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana penjara selama lima tahun dan enam bulan dan denda sebesar Rp 300 juta rupiah, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar harus diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan," ujar Eko.
Diketahui, vonis ini sama seperti tuntutan Jaksa KPK. Hasanuddin divonis terbukti melakukan perbuatan sebagaimana Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Mengenai duduk perkaranya, Hasanuddin melakukan korupsi kegiatan pengadaan fasilitasi sarana budi daya untuk mendukung pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Pengadaan tersebut diperuntukkan belanja barang fisik lainnya yaitu pengadaan pembasmi hama berbasis mikoriza untuk tanaman kentang.
Pembasmi hama itu akan diserahkan kepada masyarakat atau pemerintah daerah (pemda) di Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Tahun Anggaran 2013. Hasanuddin sempat meminta supaya dilakukan pengadaan mikoriza untuk tanaman kentang pada Oktober 2012.
Hasanuddin lalu meminta Eko Mardianto sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) agar berkomunikasi dengan Direktur Utama PT Hidayah Nur Wahana (HNW) Sutrisno sekaligus adik Hasanuddin bernama Nasser Ibrahim. Sutrisno tercatat sebagai Direktur PT HNW yang fokus dalam jual beli pupuk lewat merek dagang Rhizagold dari Biotrack Technology (M) Sdn Bhd Malaysia. Hanya saja, pengadaan itu urung dilakukan.
Dengan demikian, pengadaan itu dimasukkan lagi pada usulan tahun anggaran 2013 sebanyak 225 ribu kilogram di angka Rp 18,615 miliar. Jumlah itulah yang ujungnya disepakati sebagai bagian anggaran TA 2013.
Tindakan Hasanuddin memperkaya beberapa pihak diantaranya Eko Mardiyanto sebagai PPK pada Satuan Kerja Direktorat Jenderal Hortikultura Kementan sebesar Rp 1,05 miliar, Sutrisno sebagai Direktur Utama PT Hidayah Nur Wahana sebesar Rp 7,302 miliar, Nasser Ibrahim selaku adik kandung terdakwa Hasanuddin Ibrahim sebesar Rp 725 juta.
Berikutnya, tindakan Hasanuddin memperkaya pemilik PT KMJ Subhan sebesar Rp 195 juta, memperkaya CV Ridho Putra sebesar Rp 1,7 miliar, PT HNW sebesar Rp 2 miliar, dan memperkaya CV Danaman Surya Lestari sebesar Rp 500 juta. Sehingga kalkulasi kerugian keuangan negara atau perekonomian negara di kasus ini mencapai Rp 12,947 miliar.