REPUBLIKA.CO.ID, KABUPATEN BOGOR -- Kepolisian Resor Bogor, Jawa Barat, menetapkan dua orang 'wartawan bodong' berinisial AY dan Z sebagai tersangka tindak pidana pemerasan. Mereka diancam dengan ancaman hukuman sembilan tahun penjara.
"Dijerat pasal 368 ayat 1 KUHP dengan ancaman pidana sembilan tahun penjara. Penyidik segera melimpahkan ke jaksa penuntut umum untuk diproses sesuai aturan yang berlaku," kata Kapolres Bogor Ajun Komisaris Besar Polisi Iman Imanuddin saat konferensi pers di Mapolres Bogor, Cibinong, Sabtu (14/1/2023).
Iman menjelaskan, tersangka AY dan Z yang berbekal kartu pers berlabel Swara Desaku dan Journal awalnya meminta uang Rp 50 juta kepada pengurus RW di Desa Sibanteng, Kecamatan Leuwisadeng, dengan modus menakut-nakuti akan menayangkan berita soal penyaluran bantuan sosial di wilayah itu.
"Berawal dari adanya laporan masyarakat atau korban. Dua orang wartawan tersebut meminta sejumlah uang dengan pengancaman akan menyebarkan melalui pemberitaan," terangnya.
Iman menyayangkan aksi pemerasan yang dilakukan AY dan Z karena telah menunggangi profesi wartawan untuk melakukan tindak kejahatan. "Orang-orang yang tidak bertanggung jawab dengan mengatasnamakan media lalu menakut-nakuti dengan meminta sesuatu kepada masyarakat. Sebenarnya terhadap yang bersangkutan juga tidak bisa dikatakan sebagai awak media jika tidak terdaftar di Dewan Pers," papar Kapolres.
Sebelumnya, Kapolsek Luewiliang Kompol Agus Supriyanto mengatakan, dua orang wartawan bodong inisial AY dan Z ditangkap pada Kamis (12/1/2023) petang di Leuwisadeng setelah meminta uang kepada pengurus RW di Desa Sibanteng, Kecamatan Leuwisadeng, dengan ancaman akan memberitakan suatu perkara. Tersangka Y dan AZ awalnya meminta uang Rp 50 juta, kemudian menurunkan permintaan jadi Rp 32 juta dan kembali menurunkannya menjadi Rp 15 juta.
"Terus Rp 10 juta diserahkan, kemudian Rp 5 juta minta waktu seminggu lagi. Nanti kalau dalam waktu seminggu tidak diserahkan, naik berita gitu," kata Kompol Agus.
Menurutnya, perkara yang dimaksud Y dan AZ, yaitu mengenai dugaan adanya pungutan liar terhadap pelaksanaan program Bantuan Pangan Non-Tunai di Desa Sibanteng.
"Jadi, mereka menganggap di situ ada pungutan liar, tapi kan tidak terbukti pungutan liar gimana. Yang melakukan (pungli) katanya oknum dari RT-RW," katanya.