REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengingatkan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) untuk tidak meninggalkan politik kiai sebagai ciri khasnya.
Dinamika yang terjadi dalam perpolitikan, kata Ma'ruf, jangan membuat ciri khas itu berubah.
"Saya berharap mudah-mudahan walapun ada dinamika, perkembangan, pembaruan, tapi politik kiainya jangan ditinggalkan," ujar Ma'ruf saat menghadiri acara Ijtima Ulama Nusantara yang digelar PKB di Hotel Millennium di Jakarta, Jumat (13/1/2023).
Ma'ruf mengatakan, sejak PKB memang dibentuk pada 1998 untuk menampung aspirasi para kiai. Sebab, sejumlah partai politik yang ada saat itu tidak bisa menjadi wadah kiai untuk berpolitik.
"Kalau politik kiainya ditinggalkan, nanti kiainya pada pergi, karena memang dulu kenapa kiai mau (bergabung)karena ini tempat politiknya kiai karena tidak punya wadah kiai, dibuatlah PKB itu," ujar Ma'ruf.
Ma'ruf pun mengaku turut andil saat pendirian PKB. Meskipun, saat ini dia bukan dianggap bagian dari PKB, tetapi dia menilai PKB berhasil menjadi kendaraan politik bagi para kiai.
Ma'ruf menyebut sosok Abdurrahman Wahid (Gus Dur) juga bisa menjadi presiden keempat RI karena dukungan dari PKB.
"Itu kan karena PKB, kalau tidak ada PKB, Gus Dur nggak jadi presiden itu, karena ada PKB jadi Gus Dur jadi presiden, alhamdulillah waktu itu walau cuma 2 tahun, tapi kan jadi presiden," ujarnya.
Selain itu, jabatan dirinya menjadi Wapres juga tak lepas dari dukungan PKB yang mengusung Joko Widodo-Ma'ruf Amin dalam Pilpres 2019. "Kalau saya ditakdirkan jadi wapres," kata Maruf.
Karena itu, Maruf berharap kiprah kiai dan santri bisa terus difasilitasi oleh PKB. Dia juga berharap presiden maupun wakil presiden mendatang kembali berasal dari kiai atau santri.
"Kalau bukan kiai jadi presiden atau wapres, minimal santri. Gus Dur sudah mulai, saya mengikuti meskipun wapres, nanti ada lagi supaya bisa memberikan warna pada tatanan bangsa ini," kata Mantan Ketua Dewan Syuro DPP PKB tersebut.