Jumat 13 Jan 2023 16:48 WIB

Zionis Israel dan 7 Tanda Kehadiran Al-Masih yang Diyakini Yahudi 

Yahudi meyakini tanda-tanda kedatangan Al-Masih terkait berdirinya Israel

Bendera Israel. Yahudi meyakini tanda-tanda kedatangan Al-Masih terkait berdirinya Israel
Foto: AP/Oded Balilty
Bendera Israel. Yahudi meyakini tanda-tanda kedatangan Al-Masih terkait berdirinya Israel

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Israel memang bukan ‘negara’ biasa. Dia merupakan sebuah pertanda, terutama bagi penganut Islam, Kristen, dan Yahudi. Seperti ditulis pakar eskatologi Islam, Imran Hosein, dalam bukunya, Jerusalem in the Qur’an, Yahudi meyakini restorasi Israel —setelah dua ribu tahun Kerajaan Israel dihancurkan— merupakan satu dari tujuh tanda kehadiran Mahsiah, atau Moshiah, atau Mashiach, atau Moshiach. 

Itu adalah bahasa Ibrani dari al-Masih atau Messiah. Tapi, al-Masih yang mereka tunggu bukanlah kedatangan Nabi Isa al-Masih, sebagaimana keyakinan Islam dan Kristen. Mereka menunggu Messiah yang lain.

Baca Juga

Meski sedang berlangsung, restorasi Israel tersebut belumlah sempurna. Yang dimaksud restorasi Israel bukanlah sekadar pendirian negara Israel, tapi juga negara dengan luas seperti pada era Nabi Dawud, yang merupakan era keemasan Bani Israil. 

Bahkan, gerakan Zionis saat ini menambahkannya dengan gagasan Israel Raya (Eretz Yisrael), yang membentang dari Delta Nil (yang kini masih dikuasai Mesir) hingga ke Sungai Eufrat (yang kini masih dikuasai oleh Irak), seperti yang tertulis di Kitab Genesis, bahkan lebih luas lagi.

Tanda kedua, dari kehadiran Messiah versi Yahudi, ini, adalah kembalinya orang-orang Yahudi yang semula terpencar (diaspora) ke Tanah Suci (Yerusalem). 

Tanda kedua ini telah lama berlangsung, dan masih berlangsung sampai saat ini. Terus mengalirnya orang-orang Yahudi dari berbagai penjuru dunia ke Israel, membutuhkan tempat tinggal. 

Dan, persoalan inilah yang sampai saat ini terus menerus memicu persoalan, karena Israel terus membangun permukiman baru, dan mengusir orang Arab.

Tanda ketiga, adalah pembebasan Tanah Suci (Yeru salem) dari tangan goyim (sebutan untuk semua orang non-Yahudi). Tanda ketiga ini pun sudah terjadi, tapi juga belum sepenuhnya sempurna.

Pada 1948, saat Israel diproklamasikan, mereka telah me nguasai Yerusalem Barat. Setahun kemudian, Israel menobatkan Yerusalem sebagai ibu kota. 

Bahkan, saat itu, parlemen Israel (Knesset) yang semula di Tel Aviv, telah diboyong ke sana. Namun, saat itu, Yerusalem Timur —yang merupakan lokasi Kota Tua Yerusalem, dan merupakan tempat berdirinya situs penting tiga agama, termasuk Masjid al-Aqsa— masih dikuasai bangsa Arab (Yordania). Yerusalem Timur dicaplok Israel, setelah Pe rang Enam Hari pada 1967.

Meski Israel secara sempurna telah menguasai Yerusalem, dan mengklaim Yerusalem sebagai ibu kota abadi Israel, namun sampai saat ini prosesnya masih tarik-ulur. 

Baca juga: Al-Fatihah Giring Sang Ateis Stijn Ledegen Jadi Mualaf: Islam Agama Paling Murni

 

Pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel itu kerap muncul dalam kampanye presiden Amerika maupun ucapan para pemimpin negara Barat, namun sebagian besar negara di dunia belum mengakuinya. 

Saat ini, hanya ada dua kedutaan besar yang berada di Yerusalem, yaitu El Salvador dan Kostarika. Sementara, negara-negara lain, belum ada yang berani memindahkan kedutaan besarnya ke Yerusalem. Saat ini pun, ibu kota Israel masih di Tel Aviv.

Status Yerusalem ini, berulangkali menggagalkan proses perda maian, seperti Pertemuan Camp David pada 2000. Solusi dua negara (two state solu tions) yang menjadi ‘jalan tengah’ yang diendorse para pemimpin barat, seperti Barack Obama, juga terbentur masalah Yerusalem.  

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement