Kamis 12 Jan 2023 22:18 WIB

Amnesty Kritik Mahfud MD Soal Penanganan Kasus-Kasus HAM

Amnesty kritik Mahfud MD bahwa penanganan kasus-kasus HAM kurang serius mencari bukti

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Bilal Ramadhan
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid. Amnesty kritik Mahfud MD bahwa penanganan kasus-kasus HAM kurang serius mencari bukti
Foto: Republika/Flori Sidebang
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid. Amnesty kritik Mahfud MD bahwa penanganan kasus-kasus HAM kurang serius mencari bukti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menanggapi terkait pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyatakan kalau 12 peristiwa pelanggaran HAM berat benar terjadi di Indonesia. Menurutnya, untuk mencegah peristiwa pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terulang adalah dengan cara memberikan hukuman terhadap pelaku.

"Kami mengingatkan pemerintah Indonesia bahwa mengakhiri impunitas melalui penuntutan dan penghukuman pelaku adalah satu-satunya cara untuk mencegah terulangnya pelanggaran HAM dan memberikan kebenaran serta keadilan sejati kepada para korban dan keluarganya," kata Usman pada Kamis (12/1/2023).

Baca Juga

Kemudian, ia melanjutkan pelaku harus dihadapkan pada proses hukum, jangan dibiarkan apalagi sampai diberikan kedudukan dalam lembaga pemerintahan.

Ia menambahkan pemerintah harus menyelidiki, menyidik, menuntut dan mengadili semua orang yang diduga bertanggung jawab atas pelanggaran HAM di masa lalu.

"Dan jika ada cukup bukti yang dapat diterima, pemerintah harus menuntut mereka dalam pengadilan yang adil di hadapan pengadilan pidana," kata dia.

Selain itu, ia juga mengkritik Menkopolhukam Mahfud MD yang mengatakan bahwa pengadilan HAM terdahulu membebaskan semua terdakwa hanya karena tidak cukup bukti.

"Sebab, selama ini lembaga yang berwenang dan berada langsung di bawah wewenang Presiden, yaitu Jaksa Agung, justru tidak serius dalam mencari bukti melalui penyidikan," kata dia.

Sebelumnya diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan, pemerintah Indonesia mengakui terjadinya 12 pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat pada masa lalu. Jokowi mengaku, telah membaca secara seksama laporan dari tim PPHAM tersebut, yang sebelumnya dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022.

"Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus, saya sebagai Kepala Negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa," kata Jokowi saat menerima laporan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM (PPHAM) yang diwakili Menko Polhukam Mahfud MD di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Rabu (11/1/2023).

Jokowi menyampaikan, sangat menyesalkan terjadinya pelanggaran HAM berat dalam 12 peristiwa masa lalu. Ke-12 peristiwa tersebut adalah peristiwa 1965-1966, Penembakan Misterius (Petrus) 1982-1985, Talangsari di Lampung 1989, Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh 1989, penghilang orang secara paksa 1997-1998, dan kerusuhan Mei 1998.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement