REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada beberapa tempat dan/atau pekerjaan yang dinilai rentan kekerasan seksual. Menurut kriminolog Haniva Hasna, tempat atau pekerjaan tersebut di antaranya di perkebunan, pabrik, kapal, dan industri hiburan.
Pernyataan tersebut sebagai tanggapan atas kasus anak berusia 12 tahun yang hamil 8 bulan di areal perkebunan sawit Sumatra Utara. Saat ini, Bunga (nama samaran anak tersebut) juga sudah berada dalam pendampingan Penyuluh Keluarga Berencana (PKB) dan Tim Pendamping Keluarga (TPK) Kota Langkat.
“Bisa jadi secara lokasi berjauhan antara rumah yang satu dengan yang lain sehingga kesulitan meminta pertolongan ketika terjadi kejahatan,” ujar Haniva kepada Republika.co.id, Senin (9/1/2023).
Haniva mengatakan, kasus yang terjadi pada Bunga harus dibawa ke ranah hukum karena sudah memenuhi unsur kriminal di mana ada pelaku, korban, kejahatan (kekerasan seksual), dan reaksi masyarakat. Yang dibutuhkan saat ini adalah saksi dan bukti.
“Sudah menjadi tugas polisi untuk mencari siapa pelakunya. Melaporkan kepada yang berwajib adalah hak masing masing warga negara ketika menjadi korban kejahatan,” kata dia.
Usia korban yang masih belia menempatkannya dalam kondisi yang rentan menjalani kehamilan, baik secara psikis maupun kesiapan organ. Untuk itu, menurut Haniva, perlu bantuan medis, tempat tinggal yang layak, serta suasana hati yang tenang, aman, dan jauh dari ancaman.
Dia mengatakan, persalinan pada ibu di bawah usia 20 tahun memiliki kontribusi dalam tingginya angka kematian neonatal, bayi, dan balita. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia menunjukan, angka kematian neonatal, postneonatal, bayi dan balita, pada ibu yang berusia kurang dari 20 tahun lebih tinggi dibandingkan pada ibu usia 20-39 tahun. Secara psikis, korban mudah gelisah, panik, depresi, gangguan stres pasca trauma (PTSD), gangguan tidur, dan mimpi buruk, menyakiti diri sendiri paling berat adalah melakukan aborsi atau muncul dorongan untuk mengakhiri hidup.
Haniva mengatakan, usia Bunga yang 12 tahun sebenarnya sudah masuk dalam fase remaja. Dia mulai memiliki pola pikir dan cara pandang yang lebih “dewasa” dibandingkan sebelumnya. Hal ini berkaitan dengan kemampuannya melihat salah atau benar.
Meski demikian, pada saat-saat tertentu, mereka masih kesulitan untuk bisa berpikir rasional dan masih menunjukkan sisi kekanak-kanakan dalam memandang satu dan lain hal. “Apalagi, dalam perkembangan usia 12 tahun ini, dia berada dalam fase egosentris ketika hanya memikirkan diri sendiri. Perkembangan emosional yang dialami anak usia 12 tahun sangat terasa pada perubahan suasana hati yang tak menentu,” jelasnya.
Menurut Haniva, anak seusia itu, bisa tiba-tiba merasa sedih lalu senang, percaya diri, tapi kemudian tiba-tiba kehilangan rasa percaya diri. Oleh sebab itu, anak atau remaja belasan tahun akan kesulitan apabila harus mengurus anak dengan berbagai tantangan, baik kesehatan maupun perkembangannya. Dia mengatakan, alangkah baiknya bila mendapat bantuan pengasuhan dari orang tua korban atau lembaga sosial yang peduli di bidang perlindungan anak berdasarkan penunjukan pemerintah dan dilakukan secara bertanggung jawab.