Ahad 08 Jan 2023 14:28 WIB

Delapan Parpol Parlemen Vs PDIP Soal Sistem Pemilu, MK Jadi Penentu

Delapan parpol parlemen menyatakan lima sikap penolakan sistem proporsional tertutup.

Rep: Nawir Arsyad Akbar, Wahyu Suryana/ Red: Agus raharjo
Delapan ketua umum partai politik sebelum menggelar pertemuan tertutup dalam rangka penolakan sistem proporsional tertutup di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Ahad (8/1/2023).
Foto:

"Kelima, kami berkomitmen untuk berkompetisi dalam Pemilu 2024 secara sehat dan damai dengan tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa agar tetap memelihara stabilitas politik, keamanan, dan ekonomi," ujar Menteri Koordinator Perekonomian itu.

Pada Ahad (8/1/2023), hadir secara langsung tujuh elite partai politik di Hotel Dharmawangsa. Ketujuhnya, yakni Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Wakil Ketua Umum Partai Nasdem Ahmad Ali, Sekretaris Jenderal Partai Nasdem Johnny Gerard Plate.

Selanjutnya adalah Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono, dan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Syaikhu.

Kemudian ada Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan dan Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Amir Uskara. Adapun wakil dari Partai Gerindra tak hadir dalam pertemuan tersebut, tetapi menyatakan mendukung sistem proporsional terbuka.

Sedangkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) diketahui mendukung sistem proporsional tertutup. Meskipun partai berlambang kepala banteng moncong putih tersebut mengeklaim tetap mengikuti putusan MK.

"Ketika Mahkamah Konstitusi mengambil keputusan ya sikap PDI Perjuangan taat asas, kami ini taat konstitusi," ujar Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Selasa (3/1/2023).

Fraksi PDIP juga menghargai delapan partai di DPR yang sudah menyatakan menolak sistem proporsional tertutup untuk Pemilu 2024. Kendati demikian, sistem proporsional tertutup disebutnya memiliki kelebihan ketimbang proporsional terbuka. Pertama adalah mengefektivitaskan anggaran pelaksanaan pemilu.

Hasto berkaca pada Pemilu 2004, yang terdiri dari pemilihan legislatif dan dua putaran pemilihan presiden telah menghabiskan anggaran sekira Rp 3,9 triliun. "Kalau dengan inflasi 10 persen saja, ditambah dengan adanya (anggaran untuk) Bawaslu, dan sebagainya itu perkiraan Rp 31 triliun, tetapi nanti KPU yang lebih punya kewenangan untuk menghitung biaya pemilu bersama pemerintah. Jadi ada penghematan," ujar Hasto.

Selain itu, sistem proporsional tertutup mendorong parpol melakukan pendidikan politik dan kaderisasi yang baik di internalnya. Bukan menjadi peserta pemilu yang hanya mengandalkan popularitas untuk menang. Di samping itu, ia menyebut bahwa sistem proporsional tertutup membuka berbagai kalangan seperti akademisi, purnawirawan, dan tokoh agama terpilih menjadi anggota legislatif.

Karena basisnya adalah kompetensi. "Jadi proporsional tertutup base-nya adalah pemahaman mengenai fungsi-fungsi dewan, sedangkan terbuka adalah popularitas," ujar Hasto.

Sementara, Sekretaris prodi Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga, Gugun El Guyanie mengatakan, ditengah judicial review UU Pemilu di MK soal sistem pemilihan ada hal-hal yang harus dilihat komprehensif.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement