Ahad 08 Jan 2023 14:28 WIB

Delapan Parpol Parlemen Vs PDIP Soal Sistem Pemilu, MK Jadi Penentu

Delapan parpol parlemen menyatakan lima sikap penolakan sistem proporsional tertutup.

Rep: Nawir Arsyad Akbar, Wahyu Suryana/ Red: Agus raharjo
Delapan ketua umum partai politik sebelum menggelar pertemuan tertutup dalam rangka penolakan sistem proporsional tertutup di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Ahad (8/1/2023).
Foto:

Menurutnya, pergeseran dari proporsional tertutup jadi sistem terbuka, pemilih mencoblos nama caleg dan bukan coblos gambar partai karena dipengaruhi beberapa faktor. Salah satunya dinamika politik parpol yang oligarkis dan dikendalikan dinasti.

Maka itu, putusan MK pada 2008 lalu dengan tegas telah membelokkan arah pemilu menjadi sistem proporsional terbuka. Ia menilai hal itu turut didorong oleh eskalasi kesadaran politik rakyat agar dekat dengan wakil-wakil mereka di parlemen.

"Tapi, ada efek negatifnya. Pertama, matinya fungsi rekruitmen parpol sebagai instrumen demokrasi untuk melakukan seleksi dan kaderisasi politik," kata Gugun, Sabtu (7/1/2023).

Akhirnya, banyak caleg yang bukan kader parpol, tiba-tiba memiliki biaya kampanye besar jadi anggota legislatif. Padahal, caleg yang menang tidak pernah berkarier di parpol, tidak dekat secara ideologis dan belum pernah ikut pendidikan parpol.

Kedua, sisi negatif dari sistem proporsional terbuka menyuburkan money politics. Ia melihat, banyak caleg yang memilih jalan pragmatis untuk membeli suara, tidak harus kader parpol dan tidak harus pengurus parpol yang paham visi misi parpol.

Tapi, lanjut Gugun, asal bisa membeli suara konstituen, peluang menang menjadi besar. Meski begitu, ia menekankan, prinsip dari sistem proporsional terbuka dan proporsional tertutup memiliki sisi positif dan sisi negatif masing-masing.

Menurut Gugun, konteks Indonesia saat ini, daulat rakyat untuk mencoblos siapa wakilnya di parlemen harus didukung untuk pendidikan demokrasi yang lebih baik. Karenanya, MK harus menangkap suara rakyat sebagai guardian of democracy. "Mengawal suara rakyat dari ancaman oligarki partai politik," ujar Gugun.

Pada pertengahan November 2022 lalu, seorang kader PDIP, satu mantan kader Nasdem, dan empat warga sipil lain menggugat pasal terkait sistem pemilihan caleg dalam UU Pemilu ke MK. Mereka meminta MK menyatakan sistem proporsional terbuka adalah inkonstitusional dan memutuskan penggunaan sistem proporsional tertutup. Gugatan ini masih berproses di MK.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement