REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mabes Polri mendukung proses penegakan hukum yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap tersangka AKBP Bambang Kayun (BK). Kepala Divisi (Kadiv) Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal (Irjen) Dedi Prasetyo mengatakan, kepolisian tak akan memberikan pembelaan terhadap anggotanya yang terlibat dalam tindak pidana, apalagi praktik-praktik korupsi.
“Lanjutkan saja. Nggak ada masalah. Dari Polri mendukung proses-proses penyidikan yang sudah dilakukan terhadap yang bersangkutan (AKBP Bambang Kayun),” kata Dedi saat dikonfirmasi dari Jakarta, Rabu (4/1/2023).
Dedi menambahkan, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pun tak memberikan toleransi terhadap para anggota kepolisian yang melakukan pelanggaran hukum. “Kapolri komitmen dalam urusan pemberantasan korupsi,” tegas Dedi.
Ketua KPK Firli Bahuri, pada Selasa (3/1/2023) mengumumkan status penahanan terhadap AKBP Bambang Kayun. Penahanan tersebut terkait dengan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi berupa suap dan gratifikasi terkait dengan kasus perebutan ahli waris PT Aria Cita Mulia (ACM).
KPK menahan mantan Kepala Subbagian Biro Bantuan Hukum Divisi Hukum Mabes Polri itu di Rumah Tahanan (Rutan) POM Jaya Guntur, di Jakarta Pusat (Jakpus) terhitung sejak Selasa (3/1). Kasus yang menjerat AKBP Bambang Kayun ini sebetulnya bermula sejak 2016.
Kasus ini, pun sempat juga ditangani penyidik di Bareskrim Mabes Polri. Dikatakan AKBP Bambang Kayun mendapatkan uang senilai lebih dari Rp 50 miliar dan mobil mewah pemberian dari pihak Emilya Said dan Hermansyah. Kedua swasta pasangan suami isteri tersebut punya kasus keperdataan terkait perebutan pewarisan PT ACM.
Status penyidikan menjadikan Emilya dan Hermansyah sebagai terlapor. Dari penyidikan disebutkan adanya pemalsuan surat-surat terkait warisan perusahaan tersebut.
AKBP Bambang Kayun pada 2016 memberikan saran kepada Emilya dan Hermansyah untuk membuat surat permohonan perlindungan hukum ke divisi hukum di Mabes Polri terkait surat palsu dalam kasus pewarisan tersebut. Lalu AKBP Bambang Kayun ditunjuk untuk menjadi personel verifikasi pemberian perlindungan hukum tersebut.
Dari rapat internal penyidikan, AKBP Bambang Kayun memberikan rekomendasi agar tak melanjutkan kasus tersebut. Karena menilai adanya penerapan hukum dan proses penyidikan yang salah. Akan tetapi kesimpulan tersebut, tetap menjadikan Emilya dan Hermansyah sebagai tersangka di Bareskrim.
Selanjutnya, AKBP Bambang Kayun menyarankan Emilya dan Hermansyah mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam proses praperdilan itu, AKBP Bambang Kayun dikatakan membocorkan sejumlah hasil penyidikan perkara yang menjadi bahan untuk Emilya dan Hermansyah di praperadilan.
Atas peran tersebut Emilya dan Hermansyah menyetorkan uang Rp 5 miliar. Praperadilan, pun memutuskan penetapan tersangka terhadap Emilya dan Hermansyah tak sah dan harus dibebaskan. Setelah bebas dari jeratan tersangka, AKBP Bambang Kayun kembali menerima pemberian barang berupa mobil dari Emilya dan Hermansyah. Pemberian mobil tersebut mengacu pada jenis, dan model permintaan AKBP Bambang Kayun.
Pada April 2021 Bareskrim Polri kembali menetapkan Emilya dan Hermansyah sebagai tersangka. Namun AKBP Bambang Kayun kembali memberikan ‘bantuan’ kepada kedua pasangan suami istri itu dengan membocorkan proses penyidikan yang sedang berjalan. Atas peran AKBP Bambang Kayun tersebut, Emilya dan Hermansyah melarikan diri dari kejaran penyidik di Bareskrim Polri.
Selama proses pelarian tersebut, AKBP Bambang Kayun dikatakan menerima setoran uang dari keduanya. “Tersangka BK (Bambang Kayun) menerima uang secara bertahap yang diduga sebagai gratifikasi dan berhubungan dengan jabatannya dari beberapa pihak yang jumlah seluruhnya sekitar Rp 50 miliar,” begitu sambung Ketua KPK Firli Bahuri.
KPK menjerat AKBP Bambang Kayun dengan sangkaan Pasal 12 a, atau Pasal 12 b, atau Pasal 11 dan Pasal 12 B UU 31/1999-20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.