Senin 02 Jan 2023 13:35 WIB

Fraksi PKS Dorong DPR Tolak Perppu Cipta Kerja

"Jangan jadi pemerintah yang otoriter, pro pengusaha dan meninggalkan rakyat."

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Andri Saubani
 Sekretaris Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR Ledia Hanifa Amaliah mendorong DPR menolak Perppu Cipta Kerja. (ilustrasi)
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Sekretaris Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR Ledia Hanifa Amaliah mendorong DPR menolak Perppu Cipta Kerja. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR Ledia Hanifa Amaliah mengakui, terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja adalah hak prerogatif Joko Widodo (Jokowi) sebagai presiden. Namun, hal tersebut justru mencederai DPR sebagai lembaga pembuat undang-undang, bersama pemerintah.

"Karena itu, mendorong DPR menolak Perppu ini dan meminta pemerintah taat pada perintah MK untuk memperbaiki UU Cipta Kerja," ujar Ledia lewat keterangannya, Senin (2/1/2023).

Baca Juga

Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Sebab dalam penyusunan dan pembahasannya, tak menerapkan asas keterbukaan dan menampung aspirasi publik.

Pemerintah sendiri telah diberi waktu selama dua tahun untuk memperbaiki undang-undang yang menggunakan sistem omnibus itu. Namun, pemerintah justru mengeluarkan perppu yang bertugas menggantikan UU Cipta Kerja.

"Buka partisipasi publik, dengarkan aspirasi berbagai pemangku kepentingan, duduk bersama DPR membahas undang-undang demi kepentingan rakyat, bangsa dan negara," ujar Ledia.

"Itu baru langkah demokratis yang berlandaskan nilai Pancasila, musyawarah mufakat. Jangan menutup tahun dengan menjadi pemerintah yang otoriter, pro pengusaha dan meninggalkan rakyat," sambungnya menegaskan.

Langkah Presiden Jokowi menunjukkan betapa pemerintah itu malas dan menggampangkan pelanggaran terhadap hierarki perundang-undangan. Sekaligus melecehkan DPR sebagai lembaga legislatif.

"Yang dipilih secara sadar justru menerbitkan Perppu, yang berarti mengabaikan perlunya pelibatan publik, abai pada ketundukan pada hierarki perundang-undangan dan melecehkan DPR yang menurut UUD NRI 1945 pasal 20 ayat 1 dan 2 memiliki kuasa membentuk undang-undang bersama Presiden," ujar Ledia.

Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Perppu ini ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 30 Desember.

"Kami sudah berkonsultasi dipanggil bapak Presiden dan diminta untuk mengumumkan terkait penetapan pemerintah untuk Perppu tentang Cipta Kerja," kata Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (30/12/2022).

Airlangga menjelaskan, Presiden telah membahas penerbitan Perppu ini bersama Ketua DPR. Penerbitan Perppu Cipta Kerja ini berpedoman pada peraturan perundangan dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 38/PUU7/2009.

Salah satu pertimbangan penerbitan Perppu ini, yakni kebutuhan yang mendesak. Pemerintah, kata dia, perlu mempercepat antisipasi kondisi global, baik terkait ekonomi, ancaman resesi global, peningkatan inflasi, serta ancaman stagflasi. Selain itu, lebih dari 30 negara berkembang saat ini juga sudah mengantre di IMF karena kondisi krisis yang dialami.

"Jadi kondisi krisis ini untuk emerging developing country menjadi sangat real, dan juga terkait geopolitik tentang Ukraina-Rusia dan konflik lain juga belum selesai dan pemerintah juga menghadapi tentu semua negara menghadapi krisis pangan, energi, keuangan dan perubahan iklim," jelas dia.

 

photo
UU Cipta Kerja masih butuh aturan turunan - (Republika)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement