Jumat 30 Dec 2022 17:01 WIB

Mempertanyakan Ketua KPU Bicara Soal Sistem Proporsional Tertutup Pemilu

Ketua KPU menyebut ada kemungkinan kembalinya sistem proporsional tertutup pemilu.

Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari memberikan keterangan kepada wartawan, Jumat (30/12/2022). Hasyim mengklarifikasi pernyataannya soal kemungkinan Indonesia kembali ke sistem proporsional tertutup dalam Pemilu 2024. (ilustrasi)
Foto: Republika/Febryan. A
Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari memberikan keterangan kepada wartawan, Jumat (30/12/2022). Hasyim mengklarifikasi pernyataannya soal kemungkinan Indonesia kembali ke sistem proporsional tertutup dalam Pemilu 2024. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febryan A, Nawir Arsyad Akbar

 

Baca Juga

Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari mengomentari gugatan UU Pemilu yang sedang berproses di Mahkamah Konstitusi (MK), yang mana penggugatnya meminta mekanisme pemilihan calon anggota legislatif (caleg) diubah dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup. Menurut Hasyim, ada kemungkinan MK mengabulkan gugatan tersebut. 

 

"Jadi kira-kira bisa diprediksi atau tidak putusan Mahkamah Konstitusi ke depan? Ada kemungkinan, saya belum berani berspekulasi, ada kemungkinan kembali ke sistem proporsional daftar calon tertutup," kata Hasyim ketika memberikan sambutan dalam acara Catatan Akhir Tahun 2022 KPU di kantornya, Jakarta, Kamis (29/12/2022). 

 

Sebagai gambaran, dalam sistem proporsional tertutup, pemilih mencoblos partai politik. Di kertas suara hanya terpampang nama partai. Selanjutnya partai politik akan menentukan siapa calonnya yang bakal duduk di parlemen.  

Sedangkan dalam sistem proporsional terbuka, pemilih dapat mencoblos partai politik atau nama calon anggota legislatif yang diinginkan di kertas suara. Sistem proporsional terbuka ini mulai diterapkan di Indonesia sejak Pemilu 2009. 

Hasyim menduga MK bakal mengubah sistem pemilihan caleg menjadi proporsional tertutup karena berkaca dari putusan-putusan MK sebelumnya. Salah satunya putusan MK terkait verifikasi partai politik calon peserta pemilu. 

Adalah MK, kata Hasyim, yang membuat keputusan bahwa semua partai harus ikut verifikasi untuk ikut pemilu. Lalu pada tahun 2020, MK pula yang memutuskan bahwa verifikasi faktual hanya untuk partai non-parlemen. 

Pola tersebut, lanjut Hasyim, kemungkinan akan terjadi pula pada persoalan sistem pemilihan caleg. Sebab, dulu MK yang memutuskan bahwa pemilihan caleg menggunakan sistem proporsional terbuka sejak Pemilu 2009. 

"Dengan begitu, kira-kira polanya kalau yang membuka itu MK, ada kemungkinan yang menutup juga MK," kata Hasyim. 

Lantaran ada kemungkinan sistem pemilihan caleg kembali ke proporsional tertutup, Hasyim berharap para bakal caleg untuk tidak memasang baliho maupun gambar-gambar kampanye diri terlebih dahulu. Hal itu akan menjadi sia-sia jika nanti MK memang memutuskan sistem proporsional tertutup. 

"Menjadi tidak relevan misalkan saya mau nyalon pasang gambar-gambar di pinggir jalan. Karena apa? Namanya calon tidak muncul lagi di surat suara. Tidak coblos nama-nama calon lagi. Yang dicoblos hanya tanda gambar parpol sebagai peserta pemilu," kata Hasyim. 

Pada hari ini, Hasyim meluruskan pernyataannya sendiri terkait sistem pemilihan caleg yang sedang digugat di MK. Hasyim menegaskan bahwa dirinya tidak sama sekali mengarahkan agar sistem pemilihan caleg diubah menjadi proporsional tertutup. 

 

"Saya tidak mengatakan bahwa arahnya sistem proporsional tertutup. Bahwa sedang ada gugatan terhadap ketentuan pemilu proporsional terbuka di MK, itu kan kemungkinannya dua, yakni dikabulkan dan ditolak. Kalau dikabulkan kan arahnya tertutup. Kalau ditolak masih tetap terbuka," kata Hasyim kepada wartawan di kantornya, Jakarta, Jumat (30/12/2022). 

Pada pertengahan November 2022 lalu, seorang kader PDIP, satu kader Nasdem, dan empat warga sipil lainnya menggugat pasal terkait sistem pemilihan caleg dalam UU Pemilu ke MK. Mereka meminta MK menyatakan sistem proporsional terbuka adalah inkonstitusional dan memutuskan penggunaan sistem proporsional tertutup. Gugatan ini masih berproses di MK.

 

Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung menanggapi pernyataan Ketua KPU Hasyim Asyari yang menyebut adanya kemungkinan penggunaan sistem proporsional tertutup untuk Pemilu 2024. Bak gayung bersambut, ia mengungkapkan telah menerima informasi adanya pihak yang mengajukan gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke MK.

"Saya mendapatkan informasi bahwa ada pihak yang sedang mengajukan judicial review (JR) terkait soal sistem Pemilu itu. Di dalam pasal 168 Ayat 2 disebutkan bahwa pelaksanaan pemilu legislatif menggunakan sistem proporsional daftar terbuka," ujar Doli kepada wartawan, Kamis.

Ia pun mempertanyakan kapasitas Hasyim yang tiba-tiba menyampaikan kemungkinan sistem proporsional untuk pemilihan legislatif (Pileg) 2024. Pasalnya, perubahan mekanisme Pemilu 2024 dapat dilakukan lewat tiga hal, yakni revisi UU Pemilu, peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu), atau putusan MK.

"Perubahan UU hanya terjadi bila ada revisi UU, terbitnya perppu yang melibatkan DPR dan pemerintah atau berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi. Hanya tiga institusi itu yang berwenang," ujar Doli.

"Pertanyaaan selanjutnya, apakah Hasyim menjadi bagian yang mendorong pihak yang mengajukan JR tersebut? Atau apakah MK sudah mengambil keputusan yang cuma Hasyim yang tahu," sambungnya mempertanyakan sikap Hasyim.

Ia pun berharap MK dapat bersikap netral ketika menerima permintaan judicial review (JR) terhadap UU Pemilu, khususnya terkait sistem proporsional terbuka. Mengingat perubahan mekanisme pemilu akan berpengaruh terhadap pasal-pasal lain di dalamnya.

 

"Saya juga berharap MK juga dapat mengambil posisi yang netral, objektif, dan memahami posisi UU Pemilu yang sangat kompleks dan pada pembahasannya dilakukan kajian yang cukup mendalam dan membutuhkan waktu yang cukup panjang," ujar Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu.

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement