Senin 26 Dec 2022 09:31 WIB

Dua Langkah Kecil Atasi Darurat Sampah Makanan di Indonesia

Diperlukan upaya cerdik untuk mengatasi kondisi kedaruratan sampah makanan.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Andi Nur Aminah
Pakan maggot dari sampah makanan di Tempat Pengolahan Sampah (ilustrasi)
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Pakan maggot dari sampah makanan di Tempat Pengolahan Sampah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sampah organik seperti sisa makanan rumah tangga dapat berbahaya dan menjadi sumber penyakit apabila tidak diurai dengan baik. Di Indonesia, sampah makanan menjadi momok tersendiri. Untuk itu, diperlukan upaya cerdik untuk mengatasi kondisi kedaruratan sampah makanan itu, yang salah satunya menggunakan teknik pembudidayaan maggot.

"Sampah tersebut jika dibiarkan begitu saja saat mengalami pembusukan, tentu akan menimbulkan bau yang tidak sedap dan menganggu kenyamanan sekitar. Sehingga kita perlu melakukan suatu upaya tertentu untuk mengurai sampah organik tersebut," ujar anggota Tim Dosen Pengabdian Masyarakat Uhamka, Nur Asiah, dalam siaran pers, Senin (26/12/2022).

Baca Juga

Diketahui, terdapat 23 hingga 48 juta ton sampah makanan terbuang setiap harinya. Hal itu menyebabkan Indonesia mengalami kondisi darurat sampah makanan. Selain itu, berdasarkan data The Economics Intelligence Unit, Indoensia merupakan penghasil sampah makanan terbesar kedua di dunia.

Maka dari itu, diperlukan berbagai upaya cerdik untuk mengatasi kondisi kedaruratan sampah makanan di Indonesia. Salah satunya dengan menggunakan teknik pembudidayaan maggot. Maggot merupakan suatu jenis lalat yang bernama Black Soldier Fly (BSF) yang kemudian disebut sebagai Maggot BSF.

Anggota Tim Dosen Pengabdian Masyarakat, Sampan Widjatmoko, menerangkan, cara kerja penguraian sampah dengan menggunakan Maggot BSF itu adalah dengan memisahkan sampah organik rumah tangga yang kemudian sampah tersebut dijadikan sebagai 'pakan' untuk sekumpulan Maggot. Dalam beberapa saat, sampah organik tersebut akan lenyap tidak bersisa.

"Saking bagusnya maggot ini, jika dijadikan sebagai pakan ternak ayam, maka ayam tersebut akan memiliki daging yang mengandung Omega 369, bukan lagi Omega 6 saja. Tentunya itu akan sangat baik jika dikonsumsi oleh masyarakat," jelas dia.

Selain maggot BSF, keberadaan bank sampah juga dinilai sangat penting untuk keberlangsungan lingkungan hidup. Masyarakat bisa dengan rutin menabung di sana sembari bersama-sama menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan.

“Sampah yang masih bisa diolah dan diurai sendiri, bisa diserahkan ke bank sampah. Namun untuk yang tidak bisa diolah dan/atau diurai sendiri seperti popok, pembalut, bungkus rokok, bungkus sabun cuci baju, itu akan diambil oleh tukang sampah. Bank sampah tidak menerima sampah yang berjenis demikian,” ujar anggota tim lainnya, Udi Mauludy.

Tujuan dari beberadaan bank sampah dan budidaya Maggot BSF itu adalah untuk memberhentikan pengiriman sampah ke Bantar Gebang dan menumbuhkan ekonomi lokal. Adanya keberadaan dua hal itu disebut mampu memberhentikan pengiriman dan penumpukan sampah di Bantar Gebang guna tidak menciptakan masalah penyakit di ujung sana.

"Langkah kecil akan menciptakan perubahan besar meskipun hanya satu atau dua orang yang bergerak dan akan lebih baik jika perubahan ini diciptakan secara bersama-sama sehingga dapat menjangkau wilayah yang lebih luas," ujar Udi.

Semua itu dikatakan dalam kegiatan upaya pengembangan lingkungan hidup yang digelar oleh Tim Pengabdian Masyarakat Dosen dan Mahasiswa FKIP dan FIKES Uhamka. Kegiatan dilakukan dalam rangka Hibah Program Insentif Pengabdian Masyarakat Terintegrasi dengan MBKM Berbasis Kinerja IKU bagi PTS Tahun 2022.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement