Sabtu 24 Dec 2022 05:05 WIB

Isu Penundaan Pemilu dan Perpanjangan Jabatan Presiden Dinilai Ganggu Demokrasi

Penundaan pemilu dan perpanjangan masa Presiden melanggar konstitusi.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Teguh Firmansyah
Direktur Jimly School of Law and Government (JSLG) Muhammar Muslih dan Wakil Direktur JSLG Wahyu Nugroho dalam konferensi pers catatan akhir tahun pada Jumat (23/12).
Foto: Republika/Rizky Suryarandika
Direktur Jimly School of Law and Government (JSLG) Muhammar Muslih dan Wakil Direktur JSLG Wahyu Nugroho dalam konferensi pers catatan akhir tahun pada Jumat (23/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jimly School of Law and Government (JSLG) mengeluarkan sejumlah catatan evaluasi terkait penyelenggaraan Pemerintahan pada tahun ini. JSLG mempersoalkan wacana penundaan pemilu dan perpanjangan jabatan Presiden yang digaungkan berkali-kali.

Wakil Direktur JSLG Wahyu Nugroho mengamati wacana tersebut tidak tepat dimunculkan jelang Pemilu 2024. JSLG menilai wacana berkaitan amandemen konstitusi lebih pantas dimunculkan atau diterapkan setelah penyelenggaraan Pemilu. Hal ini guna menghindari konflik kepentingan.

Baca Juga

"Isu dan pemikiran penundaan pemilu maupun perpanjangan masa jabatan presiden sangat mengganggu kehidupan demokrasi," kata Wahyu dalam konferensi pers catatan akhir tahun JSLG pada Jumat (23/12).

Wahyu mempertanyakan urgensi penundaan pemilu dan perpanjangan jabatan Presiden. Menurutnya, isu tersebut tergolong mengganggu iklim demokrasi yang sudah berjalan di Tanah Air pasca reformasi. "Ini sebuah bentuk pelanggaran terhadap konstitusi, serta kepentingan-kepentingan pragmatis untuk melakukan amandemen UUD 1945," ujar Wahyu.

Selain itu, JSLG mengamati pergeseran fungsi dan kewenangan lembaga-lembaga negara dalam UUD 1945 serta cabang kekuasaan negara yang lahir dalam Undang-Undang. Dalam hal ini, JSLG menyebut perlunya penataan ulang atas kedudukan dan kewenangan kelembagaan negara melalui perubahan kelima UUD Tahun 1945 pasca pemilu 2024, serta cabang kekuasaan negara yang lahir dalam Undang-Undang.

"Dilakukannya evaluasi atas keberadaan komisi-komisi negara, dan penataan serta penguatan kelembagaan komisi-komisi negara tertentu," ucap Direktur JSLG Muhammad Muslih.

Isu perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi sebenarnya sudah dilontarkan sejak awal tahun 2022. Pendengungnya adalah sejumlah menteri Jokowi dan tiga ketua umum partai yang tergabung dalam koalisi Pemerintahan Jokowi.

Isu tersebut lantas tersebut timbul tenggelam seiring berjalannya waktu. Namun, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo kembali menyinggung isu tersebut pada Kamis (8/12) lalu.

Bambang menyinggung isu tersebut setalah melihat hasil survei Poltracking Indonesia terkait evaluasi kinerja pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin menjelang berakhirnya tahun 2022. Survei tersebut menemukan bahwa 73,2 persen responden mengaku puas dengan kinerja Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf.

"Bagi saya itu bukan soal puas tidak puasnya publik, tapi apakah ini berkorelasi dengan keinginan publik untuk terus Presiden Jokowi ini memimpin kita semua," ujar pria yang akrab disapa Bamsoet itu dalam rilis daring Poltracking Indonesia, Kamis (8/12/2022).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement