Jumat 16 Dec 2022 14:47 WIB

BPS Catat Penurunan Prevalensi Perokok Anak di Indonesia

Penurunan perokok anak tercatat terjadi lima tahun belakangan.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Indira Rezkisari
Stiker larangan merokok terpasang di rumah warga di Depok, Jawa Barat, Sabtu (12/11/2022).
Foto: ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya
Stiker larangan merokok terpasang di rumah warga di Depok, Jawa Barat, Sabtu (12/11/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Prevalensi merokok di Indonesia terus mengalami penurunan hingga 2022. Penurunan bahkan telah terjadi selama lima tahun berturut-turut pada kelompok perokok anak. Hal itu terlihat berdasarkan data yang dilansir dari Badan Pusat Statistik (BPS).

Berdasarkan data dari BPS yang dikutip Jumat (16/12/2022), prevalensi perokok pada usia sama atau lebih dari 15 tahun pada 2022 sebesar 28,26 persen, turun 70 basis poin (bps) jika dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 28,96 persen.

Baca Juga

Sementara prevalensi perokok anak atau usia sama atau di bawah 18 tahun, sebesar 3,44 persen, turun 25 bps dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 3,69 persen. Angka itu juga memperkuat tren penurunan prevalensi perokok anak yang telah terjadi sejak 2018, yakni sebesar 9,65 persen, kemudian 2019 sebesar 3,87 persen, dan 2020 sebesar 3,81 persen.

Angka prevalensi merokok anak pada 2018 tinggi akibat adanya sinkronisasi dengan Riset Kesehatan Dasar yang dilakukan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) setiap lima tahun sekali. Sementara BPS selalu mengeluarkan hasil survei terbaru setiap tahun.

Sebagai catatan, ada perbedaan metodologi antara data BPS yang berasal dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dan Riskesdas Kemenkes. Kampanye preventif dan promotif dari Kemenkes dan implementasi regulasi pengendalian tembakau yang ketat, yang mengatur berbagai kegiatan produk rokok serta melarang jual beli rokok untuk anak dibawah 18 tahun, menjadi penyebab terjadinya capaian itu.

Di sisi lain, capaian penurunan prevalensi merokok juga dapat diatributkan pada kenaikan rata-rata cukai hasil tembakau (CHT) yang terjadi setiap tahun. Di mana cukai merupakan salah satu bentuk pengendalian konsumsi barang yang memiliki eksternalitas negatif sehingga konsumsinya perlu dibatasi.

Sejak 2018 hingga 2022, pemerintah tercatat sudah mengerek rata-rata CHT hingga 57,9 persen. Sementara tahun depan, pemerintah telah mengumumkan kenaikan rata-rata CHT sebesar 10 persen. Angka itu dipasang untuk memenuhi target penerimaan CHT 2023 senilai Rp 232,6 triliun atau meningkat 10,8 persen dari proyeksi pendapatan CHT pada 2022 senilai Rp 209,9 triliun.

Sampai November 2022, realisasi penerimaan CHT tercatat senilai Rp 186,2 triliun, nilai itu baru mencapai 89 perseb target penerimaan CHT tahun ini. Meski begitu, capaian tersebut telah mencatat pertumbuhan 15,54 persen (yoy) dibandingkan realisasi penerimaan CHT pada November 2021 senilai Rp 161,9 triliun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement