Selasa 13 Dec 2022 07:01 WIB

KPK Usulkan Sanksi Bagi Pejabat yang Tidak Serahkan LHKPN

Wakil Ketua KPK usul untuk memberikan sanksi kepada pejabat tidak menyerahkan LHKPN.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Bilal Ramadhan
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata usul untuk memberikan sanksi kepada pejabat tidak menyerahkan LHKPN.
Foto: Republika/Flori sidebang
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata usul untuk memberikan sanksi kepada pejabat tidak menyerahkan LHKPN.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusulkan agar para pejabat yang tidak menyerahkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) mendapatkan sanksi tegas. Salah satunya, yakni tidak mendapatkan promosi jabatan atau kenaikan pangkat.

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengungkapkan, hingga kini belum ada aturan mengenai pemberian sanksi terhadap para penyelenggara negara yang tak menyerahkan LHKPN. Padahal menurut dia, data ini penting sebagai bentuk komitmen antikorupsi bagi para pejabat.

Baca Juga

"Undang-undang itu tidak ada sanksinya buat mereka yang wajib lapor, makanya kami sampaikan, mestinya secara internal itu dijadikan semacam standar, standar perilaku, buat pejabat yang tidak lapor LHKPN, ya jangan dipromosikan, jangan dinaikan pangkatnya," kata Alex di Jakarta, Senin (12/12/2022).

Selain itu, Alex menilai, sanksi tegas juga harus diberikan kepada para pejabat yang memiliki jabatan strategis, tapi tak patuh melaporkan LHKPN. Ia menyebut, hukuman yang bisa diberikan berupa pencopotan jabatan.

"Kalau yang ada sudah punya jabatan tetapi tidak lapor padahal wajib lapor, copot jabatannya, di undang-undang memang tidak ada sanksinya," jelas dia.

Meski demikian, Alex mengatakan, hukuman ini baru sebatas saran. Namun, sambung dia, KPK berharap agar pemerintah dapat mengeluarkan aturan tegas terkait sanksi bagi para pejabat negara yang tak melaporkan harta kekayaannya.

Alex menjelaskan, LHKPN merupakan data yang penting untuk pihaknya. Sebab, KPK dapat memetakan instansi mana saja yang rawan terjadi praktik korupsi.

"Kita petakan, risiko-risiko instansi pemerintah yang tingkat risiko korupsinya tinggi, kemudian kita lihat dari LHKPN pejabatnya," jelas dia.

"Kita bisa petakan instansi mana yang lebih rawan, APH (aparat penagak hukum), Ditjen Pajak, Ditjen Cukai, kemudian BPN yang rawan pungli dan lain sebagainya," tambahnya menjelaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement