REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly mengajak masyarakat untuk berbangga dengan kehadiran Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru. KUHP baru dinilai menjadi hasil kerja anak bangsa yang patut disyukuri.
Hal tersebut disampaikan Yasonna dalam peringatan hari HAM sedunia yang diadakan oleh Kemenkumham pada Senin (12/12). Ia meyakini KUHP baru mampu menghadirkan dampak positif.
"Dengan KUHP baru terlepas dari kontroversinya, Indonesia patut bangga telah ubah paradigma pemidanaan, keadilan rehabilitatif dan restoratif dibanding pemenjaraan seperti dalam KUHP Belanda," kata Yasonna dalam kegiatan itu.
Yasonna menegaskan selama ini tak mempersoalkan kritik dan masukan yang datang silih berganti terkait penyusunan RKUHP. Yasonna malah mengapresiasinya karena hal itu membuktikan tingginya perhatian masyarakat terhadap KUHP.
"Saya terimakasih ke lembaga negara, masyarakat yang tidak henti beri masukan dan saran konstruktif dalam penyusunannya (RKUHP)," ujar Yasonna.
Di sisi lain, Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari mengkritik pedas rencana pengesahan RKUHP. Ia meyakini RKUHP bakal digunakan untuk memenjarakan rakyat yang kritis. Feri menegaskan pengesahan RKUHP belum sepantasnya dilakukan. Pasalnya aturan itu masih belum menyerap aspirasi masyarakat sepenuhnya. "Pengesahan RKUHP tentu saja masih jauh dari harapan publik," kata Feri kepada Republika, Jumat (25/11).
Feri menyoal banyaknya pasal bermasalah dalam RKUHP. Pasal-pasal berpotensi jadi penghambat demokrasi karena mempersempit ruang menyatakan pendapat.
"Maupun pasal lain berkaitan dengan upaya penghukuman yang dilakukan penyelenggara negara terhadap warganya sendiri," ujar Feri.
Sebelumnya, Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP) akhirnya disahkan menjadi Undang-undang. Pengesahan dilakukan dalam rapat paripurna DPR RI yang beragendakan pengambilan keputusan atas RUU KUHP, Selasa (6/12). Rizky Suryarandika