Selasa 13 Dec 2022 05:30 WIB

Jimly: Indonesia Patut Bangga Bisa Membuat UU KUHP

Masih ada waktu selama 3 tahun sebelum diberlakukan bagi pemerintah untuk sosialisasi

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara Jimly Asshiddiqie mengatakan, Indonesia patut berbangga bisa membuat undang-undang sendiri KUHP, menggantikan undang-undang karya Belanda. Dia berharap, masyarakat menerima pengesahan RKUHP.

"Masa sejak diusulkan, diubah pada 1963, sampai hari ini sudah abad ke 21, KUHP bikinan Belanda tidak berhasil digantikan oleh Bangsa Indonesia yang merdeka. Itu bikin malu," kata Jimly Asshiddiqie dalam keterangan, Senin (12/12/2022).

Karena itu, Jimly berharap, masyarakat menerima pengesahan RKUHP. Dia pun mendukung pengesahan RKUHP menjadi undang-undang.

Di sisi lain, dia juga tidak melarang masyarakat tetap kritis. Namun, penyampaiannya, menurut Jimly, bisa melalui gugatan ke Mahkamah Konstitusi.

"Terima saja dulu sambil kritisisme jangan berhenti. Kalau ada pasal-pasal tidak adil, ya diajukan saja kepada Mahkamah Konstitusi," ucap Jimly.

Pengamat Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya Dedeng Zawawi mengatakan, mekanisme untuk memperbaiki KUHP adalah melalui uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dia berharap, MK sebagai lembaga tinggi objektif untuk memberi jalan tengah bagi pro kontra KUHP.

Menurutnya, masih ada waktu selama tiga tahun sebelum diberlakukan bagi pemerintah untuk memaksimalkan sosialisasi KUHP. Pemerintah harus menjadikan momentum itu, kata dia, untuk memberikan sosialisasi ke semua kalangan, tidak hanya lingkup perguruan tinggi. 

Hal itu agar semua masyarakat bisa memahami maksud dan tujuan KUHP yang baru. Kata dia, sebagai negara hukum, mestinya cukup menghargai karya bangsa Indonesia, KUHP sudah disahkan. 

"Harus berpikir positif, semua kekurangan yang ada diperbaiki sesuai mekanisme yang sudah ditentukan. Semua lembaga negara yang berwenang juga harus objektif agar memberi kepercayaan kepada masyarakat sebagaimana mestinya," ujar Dedeng.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement