Selasa 06 Dec 2022 20:25 WIB

DPR Sepakati RUU tentang Perjanjian Ekstradisi RI-Singapura, PKS Beri Catatan

RUU tersebut akan dibawa ke rapat paripurna DPR terdekat.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Andri Saubani
Wakil Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR RI Achmad Dimyati Natakusumah berharap para jurnalis parlemen mendukung pembentukan opini yang positif khususnya terkait kinerja legislatif.
Foto: istimewa
Wakil Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR RI Achmad Dimyati Natakusumah berharap para jurnalis parlemen mendukung pembentukan opini yang positif khususnya terkait kinerja legislatif.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi III DPR bersama pemerintah telah menyepakati pengambilan keputusan tingkat I atas rancangan undang-undang (RUU) tentang Pengesahan Perjanjian Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Singapura tentang Ekstradisi Buronan atau Treaty Between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Republic of Singapore for the Extradition of Fugitives. Selanjutnya, RUU tersebut akan dibawa ke rapat paripurna DPR terdekat untuk disahkan menjadi undang-undang.

Sembilan fraksi di Komisi III menyepakati RUU tersebut untuk disahkan menjadi undang-undang. Termasuk Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yang akan tetapi memberikan catatan terhadap perjanjian tersebut.

Baca Juga

"Satu, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera menilai bahwa upaya diplomasi hukum belum maksimal dalam melindungi kepentingan nasional. Khususnya terkait berlakunya perjanjian ekstradisi hanya dapat menjangkau tindak pidana yang terjadi 18 tahun, sejak perjanjian disepakati 2004," ujar anggota Komisi III Fraksi PKS Dimyati Natakusumah dalam rapat kerja dengan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Ha Laoly, Senin (5/12/2022).

Kedua, Fraksi PKS memahami rasionalitas masa berlaku perjanjian ekstradisi tersebut selaras dengan ketentuan daluarsa penuntutan. Namun, pemberian limitasi tersebut tentunya membatasi efektivitas pemberlakuan perjanjian antara Indonesia dan Singapura tersebut.

Khususnya terhadap buronan yang telah divonis dengan putusan berkekuatan hukum tetap. Namun, tidak bisa diekstradisi karena tindak pidana tersebut terjadi sebelum 2004.

"Kami Fraksi Partai Keadilan Sejahtera menyatakan menyetujui dengan catatan RUU Pengesahan Perjanjian antara Republik Indonesia dengan Republik Singapura tentang ekstradisi buronan," ujar Dimyati.

Yasonna sendiri menjelaskan, RUU tersebut diharapkan mendukung penegakan hukum, memberi kepastian hukum, dan keadilan bagi kedua negara. Ia menjelaskan, RUU tersebut akan mengatur enam hal terkait ekstradisi.

"Perjanjian antara Indonesia dan Singapura tentang ekstradisi buronan ini mengatur antara lain kesepakatan para pihak untuk melakukan ekstradisi, tindak pidana yang dapat diekstradisikan, dasar ekstradisi, pengecualian wajib terhadap ekstradisi, permintaan dan dokumen pendukung, serta pengaturan penyerahan," ujar Yasonna.

Dalam rangka untuk meningkatkan efektivitas proses hukum terhadap pelaku tindak pidana yang melarikan diri ke luar wilayah Indonesia, maka diperlukan perjanjian kerja sama antarnegara mengenai ekstradisi buronan. Salah satunya dengan Singapura yang berbatasan langsung dengan Indonesia.

Pentingnya pembuatan kerja sama ekstradisi dengan Singapura tidak terlepas dari intensitas pergerakan keluar negara yang tinggi. Hal tersebutlah yang menyebabkan Singapura kerap menjadi tujuan akhir atau tujuan transit pelaku kejahatan.

"Adanya kerja sama ekstradisi dengan Singapura akan memudahkan aparat penegakan hukum dalam menyelesaikan perkara pidana yang pelakunya berada di Singapura," ujar politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu.

 

photo
gelombang eksekusi mati di Singapura - (Aljazirah/Dw)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement