REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel, mengimbau Ditreskrimum Polda Metro Jaya (PMJ) untuk memastikan penyebab para korban meninggal dunia di Kalideres, Jakbar, akibat perbuatan pidana atau bukan perbuatan pidana. "Jika kemungkinan kedua adalah temuannya, maka Humas PMJ tidak usah ragu-ragu mengumumkannya ke publik dan memulangkan jenazah ke keluarga mereka," ujar Reza Indragiri, dalam keterangannya, Rabu (30/11/2022).
Sebaliknya, kata Reza, jika tidak bisa ditentukan secara definitif penyebab kematian mereka, Polisi tetap perlu menyampaikannya ke masyarakat. Penyebab kematian yang tidak bisa didefinitifkan bukan merupakan kegagalan kerja kepolisian.
"Salah satu spekulasi yang dapat diuji adalah satu keluarga tersebut secara sengaja atau terencana mencapai kematian mereka sendiri," kata Reza.
Indikasinya, lanjut Reza, sebagaimana pemberitaan media massa, yaitu kondisi dalam rumah yang rapi. Seperti sampah tidak berserakan di sembarang tempat, permintaan agar PLN memutus aliran listrik. Lalu posisi jasad yang tertata atau tidak bergelimpangan secara acak.
"Rencana keluarga yang akan mengkremasi jenazah juga menambah dasar bagi spekulasi bunuh diri," ungkap Reza.
Sementara itu, menurut Reza, di dalam masyarakat yang mempraktikkan kremasi, kematian adalah transisi dari satu format kehidupan ke kehidupan yang lain. Sehingga, jika seseorang dalam format kehidupannya saat ini merasa tidak mampu lagi melakukan dharma, baik karena usia lanjut maupun penyakit yang tidak kunjung sembuh.
"Ia memiliki justifikasi moral untuk menempuh bunuh diri sebagai jalan menuju format kehidupannya yang baru. Dengan format baru tersebut, ia berharap akan lebih kuasa melakukan dharma," jelas Reza.
Sebelumnya, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Hengki Haryadi di Jakarta menyampaikan proses otopsi untuk menentukan penyebab kematian satu keluarga di Kalideres masih berjalan. Dalam proses ini, pihaknya melibatkan sejumlah ahli yang berkompeten.
"Mengenai sebab sebab kematian, kami sedang menanti hasil dari pemeriksaan patologi anatomi yang saat ini sedang di dalami para ahli kedokteran forensik gabungan dari kedokteran forensik Polri maupun RSCM dan Universitas Indonesia," kata Hengki.
Selain proses autopsi, kata Hengki, tim psikolog forensik juga masih menggelar proses investigasi psikologi forensik untuk mendalami kondisi psikologis para korban sebelum meninggal. Namun demikian, proses penyelidikan akan selaku mengacu pada sains dan fakta yang ditemukan oleh penyidik.
"Tim asosiasi psikologi forensik masih terus mendalami motif psikologis kematian melalui autopsi psikologis. Scientific crime investigation selalu menjadi acuan atau metode pembuktian utama," tutur Hengki.