Ahad 27 Nov 2022 05:20 WIB

UNAIDS: Terapi ARV Bagi Perempuan dan Anak Kunci Akhiri Epidemi AIDS

Keterbatasan akses dan diskriminasi sulitkan perempuan jalani terapi ARV untuk HIV

Rep: Novita Intan/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Petugas tenaga kesehatan melakukan screening dengan tes cepat  HIV AIDS kepada warga di Gasibu, Bandung, Jawa Barat, Ahad (20/11/2022). Pemeriksaan tersebut untuk melakukan pendataan, penyaringan, pencegahan dan antisipasi terhadap penyakit HIV AIDS jelang peringatan hari AIDS Sedunia.
Foto: ANTARA /Novrian Arbi
Petugas tenaga kesehatan melakukan screening dengan tes cepat HIV AIDS kepada warga di Gasibu, Bandung, Jawa Barat, Ahad (20/11/2022). Pemeriksaan tersebut untuk melakukan pendataan, penyaringan, pencegahan dan antisipasi terhadap penyakit HIV AIDS jelang peringatan hari AIDS Sedunia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Angka orang dengan human immunodeficiency virus (HIV) setiap tahun terus mengalami peningkatan. Data epidemiologi United Nations Programme on HIV and AIDS (UNAIDS) mencatat pada 2021 jumlah orang dengan HIV sebanyak 38,4 juta jiwa.

UNAIDS Country Director Indonesia Krittayawan Boonto mengatakan situasi epidemi pada kelompok perempuan dan anak menunjukkan angka yang memprihatinkan. Di Indonesia, terdapat sekitar 543.100 orang yang hidup dengan HIV dengan estimasi 27 ribu kasus infeksi baru pada 2021. 

Kasus infeksi baru ini sekitar 40 persen terjadi pada perempuan. Sementara lebih dari 51 persen terjadi pada kelompok remaja usia 15 sampai 24 tahun dan 12 persen infeksi baru pada anak.

Data menunjukkan hampir setengah dari kasus infeksi HIV baru pada anak, dipastikan berasal dari ibu yang tidak menerima terapi ARV. Padahal perempuan dan anak dengan HIV merupakan populasi kunci yang seharusnya menjadi prioritas untuk mengakhiri epidemi AIDS.

Sayangnya, mereka masih menghadapi berbagai tantangan untuk melakukan pengobatan. Pada ibu hamil dan menyusui alasan untuk menghentikan terapi karena adanya keterbatasan akses ke fasilitas kesehatan, biaya, stigma dan diskriminasi dari lingkungan sekitar serta efek samping obat. Demikian juga bagi anak dan remaja, bukan hal yang mudah untuk mengakses layanan kesehatan.

Adanya keterbatasan obat khusus anak dan hambatan hukum seperti kebijakan persyaratan usia juga menjadi alasan sulitnya mendapatkan pengobatan. Belum lagi pengetahuan mengenai isu HIV serta kesehatan seksual dan reproduksi, stigma masyarakat dan kurangnya dukungan keluarga semakin menyulitkan mereka untuk mengakses antiretroviral therapy.

Untuk merealisasikan epidemi AIDS pada 2030, semua orang harus meningkatkan upaya pencegahan, semua orang dengan hasil tes positif harus segera menjalani treatment ARV, semua orang yang sedang menjalani pengobatan harus disiplin untuk mencapai viral load tersupresi.

“Penguatan multi-sektoral menjadi penting untuk dilakukan agar mendapatkan dukungan yang cukup program HIV. Negara juga harus prioritaskan pembiayaan program HIV. Maka begitu, saya yakin bahwa kita semua dapat akhiri AIDS pada 2030,” ujarnya dalam keterangan tulis, Sabtu (26/11/2022).

UNAIDS dan mitra Global juga akan membentuk Aliansi Global Baru untuk akhiri AIDS pada anak serta kegiatan amal yang akan diresmikan pada 1 Desember 2022 di CGV Pacific Place, Jakarta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement